Penerapan aturan devisa ekspor migas bisa molor



JAKARTA. Penerapan Peraturan Bank Indonesia (BI) soal pelaporan devisa hasil ekspor (DHE) sektor migas diprediksi molor. Sebab, sejumlah Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) belum menemukan solusi terkait mekanisme pelaporan DHE.

Akhmad Syakhroza, Deputi Pengendalian Keuangan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), mengemukakan kendala mekanisme pelaporan dikarenakan transaksi penjualan bagi hasil berada di unit bisnis (trading) KKKS.

Padahal, unit bisnis tersebut kebanyakan berada di luar negeri. "Sejauh ini, KKKS yang ada di Indonesia itu unit produksi, bukan unit bisnis yang bertugas menjual bagi hasil produksi. Sehingga harus diubah dulu pola transaksi mereka dan inilah yang sulit," ungkap dia kepada KONTAN, Kamis (16/5).


Dengan demikian, SKK Migas pesimistis penerapan Peraturan BI tersebut dapat terlaksana pada 30 Juni 2013. Akhmad mengaku masih terus melakukan pembahasan dengan KKKS untuk menemukan solusi. Dia mengapresiasi langkah BI yang sudah mengajak diskusi semua KKKS terkait aturan pelaporan DHE. "Semua pihak telah mengutarakan duduk perkaranya, baik itu BI maupun KKKS. SKK Migas pun masih berusaha agar semua kepentingan dalam persoalan ini terakomodasi," kata Akhmad.

Pernyataan Akhmad diamini Head Department of Media Relations Total E&P Indonesie, Kristanto Hartadi. Dia berpendapat, kesulitan penerapan aturan pelaporan DHE karena adanya pembagian kewenangan antara unit produksi di Indonesia dan unit bisnis yang berada di luar negeri, khususnya untuk KKKS asing.

Kendati demikian, Total E&P menyatakan telah bersedia mematuhi aturan yang BI tersebut. "Kemarin kami sudah menandatangani MoU dengan Bank BNI terkait pelaporan DHE dan program Trustee. Bahkan kami yang menjadi pencetus adanya kerjasama tersebut," klaim Kristanto.

Sampai saat ini, ada beberapa KKKS seperti Chevron Pacific Indonesia dan Premier Oil Indonesia yang urung mengubah skema pelaporan terkait kegiatan penjualan dan ekspor migas. Jika mengacu peraturan BI, kedua perusahaan migas asing itu bakal terkena denda Rp 100 juta per transaksi apabila belum memberikan pelaporan DHE sesuai batas waktu, yakni Juni 2013.

Sebelumnya diwartakan, Yanto Sianipar, Vice President Policy, Government and Public Affairs Chevron hanya bilang, perusahaannya akan menghormati dan taat kepada isi kontrak atau production sharing contract (PSC) dan hukum atau peraturan yang berlaku di Indonesia (KONTAN, 25 Maret 2013).

Kewajiban pelaporan DHE tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 14/25/PBI/2012 tentang Penerimaan Devisa Hasil Ekspor dan Penarikan Devisa Utang Luar Nege. Tujuan penerapan aturan tersebut adalah untuk mendeteksi transaksi ekspor migas serta meningkatkan likuiditas valuta asing di pasar domestik demi menjaga nilai tukar rupiah agar tetap stabil.

Sebelumnya, BI menyatakan siap meladeni KKKS migas yang tidak mau mengirim devisa hasil ekspor melalui bank domestik. Otoritas moneter itu menegaskan akan menghukum perusahaan yang membangkang dari ketentuan ini. Mulai denda hingga penangguhan ekspor. Besaran denda 0,5% dari nominal ekspor yang belum masuk ke bank domestik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sandy Baskoro