Penerapan auto reject pada waran berpotensi membingungkan investor



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nampaknya, investor harus mengucapkan selamat tinggal pada waran yang bergerak liar. Pasalnya, Bursa Efek Indonesia (BEI) beberapa waktu lalu menyatakan akan menerapkan sistem penolakan otomatis atau auto rejection untuk mengatur perdagangan waran. 

Nantinya, ketika harga waran lebih tinggi dibandingkan harga saham, Jakarta Automatic Trading System (JATS) secara otomatis akan menghentikan perdagangannya.

Sebagai informasi, waran merupakan instrumen derivatif yang diturunkan dari saham atau disebut underlying. Waran memberikan hak untuk membeli saham dari satu perusahaan dengan harga yang telah ditentukan sebelumnya. 


Nantinya, setiap waran tersebut bisa ditukarkan oleh pemiliknya dengan saham ketika jatuh tempo sesuai dengan ketentuan yang disepakati sebelumnya. Lazimnya harga saham di pasar lebih tinggi dari harga waran.

Senior Technical Analyst Samuel Sekuritas Muhammad Alfatih menilai pengaturan harga waran terhadap harga saham oleh BEI melalui sistem auto reject merupakan hal yang wajar. 

Dia bilang hal ini tidak berbeda dengan pengaturan harga reksadana Exchange Trade Fund (ETF) terhadap underlying berupa saham-saham di indeks tertentu. Saat ini harga reksadana ETF diketahui dibatasi dengan ukuran deviasi perbedaan terhadap underlying.

Kemudian Alfatih juga bilang bahwa pembatasan harga waran yang menyesuaikan dengan harga saham kemungkinan bisa membingungkan investor. 

“Pembatasan ini bisa membingungkan apabila nantinya harga saham turun banyak sementara harga waran sedang diatas,” kata dia ketika dihubungi oleh Kontan.co.id pada Jumat (22/2).

Oleh karena itu, Alfatih menilai bahwa dibutuhkan pembatasan baik untuk harga minimal atau batas bawah maupun harga maksimal atau batas atas. Cara yang bisa dilakukan adalah dengan menghitung deviasi terhadap saham yang bertindak sebagai underlying.

Kemudian untuk transaksi waran, Alfatih menyarankan agar investor melihatnya secara menyeluruh agar nantinya tidak terjadi kesalahan yang berdampak pada timbulnya kerugian yang lebih besar. 

“Harus dilihat case by case, terkait dengan kondisi emiten, selisih harga waran terhadap harga saham, harga pelaksanaan,” ujar dia demikian.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi