Penerapan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) Masih Terganjal Sejumlah Kendala



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penerapan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) untuk sejumlah sektor industri manufaktur belum berjalan secara optimal di lapangan. Hal ini dapat mengancam kelangsungan bisnis para pelaku industri nasional.

Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif mengatakan, pihaknya telah mencatat beberapa kendala terkait penerapan HGBT di lapangan. 

Di antaranya adalah sektor industri ada yang mengalami pembatasan pasokan gas bumi di bawah volume kontrak. Sebagai contoh, di Jawa Timur terjadi pembatasan kuota antara 27%-80% kontrak dan pengenaan surcharge harian untuk kelebihan pemakaian dari kuota yang ditetapkan di hampir seluruh perusahaan.


Selain itu, masih ada industri penerima HGBT yang mendapat harga gas di atas US$ 6 per million british thermal unit (MMBTU).  Bahkan, ada sektor industri pengguna yang belum menerima HGBT. Sektor industri tersebut sudah direkomendasikan oleh Menteri Perindustrian mulai periode April 2021-Agustus 2022.

Baca Juga: Inaplas Ungkap Kendala Kebijakan Harga Gas Industri Tertentu Tidak Berjalan Baik

“Kami mendorong agar kebijakan HGBT bagi sektor manufaktur dapat dijalankan dengan menegakkan aturan-aturannya,” ujar Febri dalam siaran pers, Rabu (1/11).

Ketidakoptimalan realisasi kebijakan HGBT jelas membebani para pelaku industri yang notabene tengah menghadapi sejumlah tantangan eksternal, seperti ketidakpastian ekonomi global hingga konflik geopolitik Rusia-Ukraina dan Israel-Palestina.

Akibatnya, Indeks Kepercayaan Industri (IKI) pada Oktober 2023 yang dirilis Kemenperin hanya mencapai 50,70. Meski masih dalam fase ekspansi, angka tersebut turun dibandingkan IKI bulan September 2023 yakni di level 52,51. Hasil ini sejalan dengan Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang ikut turun dari 52,3 pada September 2023 menjadi 51,5 pada bulan berikutnya.

Meski tidak disebut secara detail, Ketua Umum Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB) Yustinus Gunawan mengakui, di lapangan masih banyak pelaku industri manufaktur yang membayar gas dengan tarif non-HGBT.  Belum lagi, ada kendala berupa pengurangan volume HGBT yang dialami beberapa pelaku industri. Padahal, kebijakan ini sudah diatur tata caranya melalui Kepmen ESDM No. 91.K/MG.01/MEM.M/2023 tentang Pengguna Gas Bumi Tertentu dan Harga Gas Bumi Tertentu di Bidang Industri.

"Masalah HGBT ini tidak hanya menggerus daya saing produk, melainkan juga menggerus kepercayaan investor," kata Yustinus, Jumat (3/11).

FIPGB pun meminta volume gas HGBT benar-benar disalurkan sesuai Kepmen ESDM tersebut. FIPGB yakin pemerintah pasti sudah menghitung volume HGBT berdasarkan kemampuan pasokan gas di hulu dan distribusinya di hilir dengan cermat.

"Secara khusus kami meminta pemerintah untuk lanjutkan HGBT US$ 6 per MMBTU di plant gate untuk seluruh sektor industri pengguna gas bumi," jelas dia.

Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) Edy Suyanto menyebut, industri keramik mengalami kenaikan HGBT dari US$ 6 per MMBTU menjadi US$ 6,5 per MMBTU sejak Juni 2023. Namun, kenaikan tersebut masih bisa ditoleransi para produsen keramik. Komponen biaya gas dalam beban produksi industri keramik berada di kisaran 30%.

Baca Juga: Kemenperin: Kendala Implementasi HGBT Turut Pengaruhi Kinerja Industri Manufaktur

"Tapi kalau sampai di atas US$ 7 per MMBTU, produsen akan menyesuaikan harga produk," ungkapnya, Senin (30/10).

Asaki menekankan pentingnya bagi pemerintah menjaga kelancaran suplai gas untuk industri keramik, apalagi HGBT sudah naik.

Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas) menilai, implementasi HGBT belum maksimal di kalangan industri petrokimia.

Di Jawa Timur misalnya, terjadi kendala suplai gas HGBT sehingga PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) tidak bisa memenuhi kewajibannya dalam menyalurkan gas sesuai kontrak yang berlaku. Di Jawa Barat, PGN justru mengenakan batas minimum penggunaan gas HGBT. Alhasil, ada beberapa perusahaan yang harus membeli gas non-HGBT.

Inaplas sudah mengajukan keberatan dan meminta bantuan kepada pemerintah atas kendala penerapan HGBT. 

"Kami berharap pemerintah konsisten menerapkan HGBT untuk daya saing industri," tandas Sekretaris Jenderal Inaplas Fajar Budiono, Jumat (3/11).                

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi