Penerapan pajak progresif tidak baik bagi BSDE



JAKARTA. Kementerian Agraria dan Tata Ruang melontarkan wacana pajak progresif untuk bidang tanah yang menganggur. Jika aturan ini terwujud, maka dikhawatirkan dapat mengganggu fundamental emiten properti.

Analis BCA Sekuritas Michael Ramba menilai, wacana tersebut belum jelas, misalnya mengenai definisi tanah menganggur seperti apa. ”Kami masih menunggu kejelasan aturan ini, karena wacananya masih mengambang,” kata dia dalam risetnya, kemarin.

Belum jelas pula apakah aturan ini diberlakukan untuk individual atau perusahaan. Secara garis besar, Michael menganggap aturan ini akan berdampak negatif terhadap industri properti. Sebab, ada potensi peningkatan biaya land bank. Skema pajak progresif ini akan meningkatkan risiko emiten yang memiliki land bank luas.


Salah satu emiten yang berpotensi terpapar aturan pajak progresif adalah PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE). Pasalnya, emiten Grup Sinarmas ini memiliki land bank cukup besar dibanding emiten lain.

Analis NH Korindo Securities Bima Setiaji menilai, jika aturan ini diimplementasikan, dalam jangka pendek menyebabkan biaya pengembangan lahan lebih mahal. Sehingga harga jual rumah bisa naik. ”Ada potensi kapasitas ekspansi pengembang bakal terbebani, sehingga suplai properti turun dan ujungnya akan menaikkan harga,” kata Bima pada KONTAN, kemarin.

Dalam jangka panjang, beleid ini berpotensi memaksa pengembang fokus pada nilai tambah, bukan cuma sibuk menaikkan harga sesukanya. Sehingga masyarakat bisa membeli rumah dengan harga terjangkau sesuai tujuan aturan ini diberlakukan.

Di luar wacana aturan progresif pajak tanah, bisnis properti tahun ini masih bisa melaju. Salah satu pendorongnya adalah relaksasi aturan loan to value (LTV) untuk pembelian rumah. Hal ini turut menguntungkan BSDE, di mana konsumennya cukup banyak memakai skema KPR.

Pelanggan BSDE yang menggunakan KPR mencapai 65%-70%. Adapun 20% menggunakan cicilan biasa dan 10% pembayaran tunai. Pada 2015, skema KPR BSDE hanya 45%. Pada 2016, BSDE menikmati kenaikan penjualan rumah dari relaksasi kebijakan ini.

Bima mengemukakan, skema KPR lebih menguntungkan dibandingkan kredit konvensional, yang mana uang cicilan langsung ke pengembang. Jadi, relaksasi LTV bisa semakin mengerek penjualan properti. ”Program amnesti pajak juga positif bagi pasar properti,” kata dia.

Bima masih merekomendasikan buy BSDE dengan target harga Rp 2.260 per saham. Tapi Michael menurunkan rekomendasinya menjadi hold dengan target harga Rp 2.510, melihat risiko implementasi aturan pajak progresif.

Analis JP Morgan Felicia Tandiyono menilai, arus kas BSDE masih negatif hingga delapan tahun ke depan. Karena proyek emiten ini jangka panjang seperti investasi properti dan konsesi jalan tol. ”Dua tahun terakhir BSDE berusaha mencari diversifikasi bisnis dari BSD City, tapi belum berhasil,” kata dia.

Pada tahun lalu, kontribusi penjualan BSD City mencapai 75% terhadap pra penjualan BSDE. Felicia masih merekomendasikan neutral atas saham BSDE dengan target harga Rp 1.650 per saham. Harga saham BSDE kemarin menguat 0,81% menjadi Rp 1.860 per saham

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto