Penerapan Sistem Canggih Diharapkan Kerek Penerimaan Pajak



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Sistem perpajakan Indonesia bakal memasuki era baru. Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak (SIDJP) bakal digantikan Core Tax Administration System (CTAS) atau Sistem Inti Administrasi Perpajakan (SIAP).

Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Dwi Astuti mengungkapkan saat ini sistem pajak canggih tersebut masih tahap uji coba. 

"Perlu kami sampaikan bahwa core tax masih dalam tahap pengujian. Adapun yang berlaku sejak awal Juli 2024 adalah implementasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)," ujarnya, Rabu (3/7).


Baca Juga: Bersiap Menyambut Sistem Pajak yang Lebih Modern

Dwi mengatakan, penerapan NIK sebagai NPWP sesuai Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-6/PJ/2024 Pasal 2 Ayat (2), dimana NIK sebagai NPWP diimplementasikan pada tujuh layanan DJP. 

Ketujuh layanan administrasi pajak yang dapat diakses menggunakan NIK, NPWP 16 digit dan Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha (NITKU), yaitu (1) pendaftaran wajib pajak (e-registration), (2) akun profil wajib pajak pada DJP Online, (3) informasi konfirmasi status wajib pajak (info KSWP). 

Kemudian (4) penerbitan bukti potong dan pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21/26 (e-Bupot 21/26), (5) penerbitan bukti potong dan pelaporan SPT Masa PPh Unifikasi (e-Bupot Unifikasi), (6) penerbitan bukti potong dan pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21/26 instansi pemerintah dan SPT Masa PPh Unifikasi instansi pemerintah (e-Bupot Instansi Pemerintah), serta (7) pengajuan keberatan (e-Objection).

Baca Juga: Setiap kendaraan wajib pasang stiker berhologram pajak kendaraan, ini alasannya

Ketua Komite Tetap Kebijakan Publik Kadin Indonesia Chandra Wahjudi menilai core tax system membantu memodernisasi sistem perpajakan. 

"Sistem ini mengintegrasikan proses bisnis inti admin perpajakan seperti pendaftaran wajib pajak, pelaporan SPT, pembayaran pajak, pemeriksaan dan penagihan pajak. Kami optimis sistem ini membuat sistem perpajakan kita lebih efisien dan transparan," kata dia, belum lama ini.

Dia berharap penerimaan negara lebih optimal dan bisa membantu kebijakan ekstensifikasi perpajakan untuk menjangkau sektor informal yang selama ini belum terdaftar sebagai subjek pajak.

Pengamat sekaligus Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute Prianto Budi Saptono menyampaikan ada dua titik sentral di perubahan sistem informasi di DJP menjadi CTAS. 

Baca Juga: Peringkat kemudahan berusaha di Indonesia membaik

Pertama, peningkatan efektivitas dan efisiensi pelayanan kepada wajib pajak berbasis teknologi informasi. Kedua, efektivitas dan efisiensi proses pengawasan kepatuhan pajak, baik formal dan material. 

"CTAS memfungsikan interoperability yang meningkatkan komunikasi realtime dan bertukar data, atau berinteraksi antar institusi yang telah diwajibkan pasok data atau informasi," kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli