Penerapan uang elektronik sebagai DPK masih wacana



KONTAN.CO.ID - Pemerintah akan mewajibkan penggunaan uang elektronik sebagai alat pembayaran jalan tol.

Sejumlah bank penerbit pun telah menyusun strategi utuk mendorong penjualan dan penggunaan uang elektronik.

Selain itu, dikabarkan nantinya saldo yang tercantum dalam tiap uang elektronik akan menjadi dana pihak ketiga (DPK). Sekadar informasi, DPK merupakan dana simpanan masyarakat yang bisa dikelola bank, misalnya dikucurkan sebagai kredit pada debitur.


Meski begitu SVP Transaction Banking Retail Sales PT Bank Mandiri Tbk, Thomas Wahyudi mengatakan, hal tersebut hanya sebatas wacana dan belum ada keterangan tertulis dari regulator.

"Memang ada wacana seperti itu, namun sampai saat ini belum ada pemberitahuan secara tertulis," ujarnya kepada KONTAN, Rabu (13/9).

Tidak hanya itu, ketentuan mengenai pengenaan biaya administrasi atau fee top up uang elektronik pun masih belum berlaku secara resmi.

Artinya, hingga saat ini bank penerbit kartu uang elektronik masih belum mendapat keuntungan dari penggunaan uang elektronik. Perbankan hanya mendapatkan keuntungan dari penjualan kartu.

Kendati demikian, bank masih dapat meraup keuntungan lewat perjanjian kerjasama co-branding uang elektronik dengan bank maupun korporasi.

"Kue uang elektronik ini sangat besar, bisnisnya pun luas, potensinya pun masih banyak yang bisa digarap," tambahnya.

Sebagai informasi saja, sampai saat ini bank berlogo pita emas ini menyebut telah menerbitkan lebih dari 10 juta kartu e-money (uang elektronik Mandiri) per akhir Agustus 2017.

Sementara dari sisi volume transaksi, penggunaan e-money telah mencapai Rp 3,4 triliun dengan jumlah frekuensi lebih dari 300 juta transaksi.

Hingga akhir tahun, bank bersandi saham BMRI ini menarget mampu mencetak sedikitnya 13 juta e-money.

"Kami dorong terus e-money, salah satunya karena adanya elektronifikasi jalan tol," tuturnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia