Penerbangan komersial dari Halim hanya sementara



JAKARTA. Wakil Menteri Perhubungan Bambang Susantono mengatakan, penerbangan komersial terjadwal dari Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, hanya sementara, selagi menunggu bandara baru sekelas Bandara Soekarno-Hatta di Jakarta.

"Mungkin tidak lebih dari 10 tahun. Kita akan evaluasi dari tahun ke tahun karena nanti kalau sudah ada bandara baru, tentu Halim akan lebih difokuskan pada fungsi sebelumnya, seperti penerbangan VVIP atau pertahanan," kata Bambang seusai acara peresmian penerbangan perdana maskapai Citilink di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Jumat (10/1).

Menurut Bambang, pengalihan penerbangan ke Bandara Halim merupakan upaya jangka pendek untuk mengatasi kepadatan arus lalu lintas penerbangan di Bandara Soekarno-Hatta.


Sebagai bandara yang sejak awal disiapkan untuk kebutuhan militer Indonesia, Bandara Halim tetap memiliki kekhususan sendiri, meskipun saat ini sudah dibuka untuk penerbangan komersial terjadwal karena adanya unexpected delay atau penundaan penerbangan mendadak jika ada keperluan militer atau kunjungan kenegaraan.

"Pengalihan penerbangan ini kan solusi jangka pendek, memang tidak signifikan secara absolute number mengurangi kepadatan di Soetta, tetapi kan memindahkan beban di sana pada jam-jam tertentu sehingga bisa mengatasi kapasitas ideal pergerakan (penerbangan)," jelas Bambang.

Menurut Bambang, untuk mengatasi kepadatan arus lalu lintas penerbangan, mau tidak mau harus dibangun bandara baru yang levelnya sama dengan Bandara Soekarno-Hatta dengan kapasitas 70 juta penumpang yang datang dan pergi dari bandara.

Bambang mengatakan, bandara baru ini akan dibangun berdekatan dengan wilayah timur Jakarta yang padat penduduknya. Selain itu, masyarakat mempunyai pilihan untuk memilih bandara terdekat dari rumah masing-masing apakah di barat (Bandara Soetta) atau di timur (bandara baru).

Sementara ini, daerah Karawang dinilai paling ideal untuk dibangun bandara baru.

"Dari hasil studi ada tujuh alternatif calon, tapi paling ideal di Karawang. Nanti akan disesuaikan satu tata ruangnya dan tentu penyesuaian agar tidak mengganggu aktivitas pertanian di sana," ungkapnya.

Bandara yang ditaksir menelan biaya pembangunan hingga Rp 10 triliun itu, lanjut Bambang, akan didesain sebagai bandara yang ramah lingkungan atau eco airport.

"Jadi memang enggak akan lucu kalau tiba-tiba bandara baru itu mengganggu lingkungan. Jadi, misalnya, jalan akses ke bandara di atas aliran irigasi sehingga tidak mengganggu aktivitas pertanian," tutur Bambang. (Bambang Priyo Jatmiko)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan