JAKARTA. Moody's Investors Service menyebutkan, toleransi investor terhadap kualitas kredit yang rendah dan kebutuhan refinancing emiten, terus mendorong penerbitan obligasi tahun ini. Bahkan, penerbitan obligasi di kawasan Asia pada kuartal II 2017 menjadi penerbitan tertinggi sejak kuartal I 2013. "Sebanyak 25 transaksi dengan total US$ 11,6 miliar ditutup pada Q2 2017, dibandingkan dengan 26 transaksi senilai total US$ 10 miliar di Q1 2017, merupakan jumlah kuartalan tertinggi sejak Q1-2013. Dengan penerbitan year-to-date sebesar US$ 21,6 miliar mendekati rekor full year US$ 23,3 miliar yang ditetapkan pada 2013," jelas Annalisa Di Chiara, Analis Senior sekaligus Wakil Presiden Moody's dalam rilis Asian High Yield Interest Chartbook, Q2 2017 (Non-financial) Corporates, Selasa (18/7). "Tak hanya itu, penerbitan year-to-date telah berada di atas rata-rata penerbitan tahunan US$ 14 miliar sejak 2010, kami percaya bahwa risiko refinancing tetap dapat dikelola, serta dengan absennya shock eksogen, pasar harus bisa menyerap maturity yang akan datang," lanjut Di Chiara.
Penerbitan obligasi Asia Q2 tertinggi sejak 2013
JAKARTA. Moody's Investors Service menyebutkan, toleransi investor terhadap kualitas kredit yang rendah dan kebutuhan refinancing emiten, terus mendorong penerbitan obligasi tahun ini. Bahkan, penerbitan obligasi di kawasan Asia pada kuartal II 2017 menjadi penerbitan tertinggi sejak kuartal I 2013. "Sebanyak 25 transaksi dengan total US$ 11,6 miliar ditutup pada Q2 2017, dibandingkan dengan 26 transaksi senilai total US$ 10 miliar di Q1 2017, merupakan jumlah kuartalan tertinggi sejak Q1-2013. Dengan penerbitan year-to-date sebesar US$ 21,6 miliar mendekati rekor full year US$ 23,3 miliar yang ditetapkan pada 2013," jelas Annalisa Di Chiara, Analis Senior sekaligus Wakil Presiden Moody's dalam rilis Asian High Yield Interest Chartbook, Q2 2017 (Non-financial) Corporates, Selasa (18/7). "Tak hanya itu, penerbitan year-to-date telah berada di atas rata-rata penerbitan tahunan US$ 14 miliar sejak 2010, kami percaya bahwa risiko refinancing tetap dapat dikelola, serta dengan absennya shock eksogen, pasar harus bisa menyerap maturity yang akan datang," lanjut Di Chiara.