KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tren penerbitan obligasi masih lesu sejak awal tahun. Meski begitu, diperkirakan penerbitan obligasi akan meningkat pada semester II nanti. Berdasarkan data surat utang yang listing dari KSEI per tanggal 23 Juni, penerbitan surat utang mencapai Rp 46,98 triliun atau lebih rendah 35,4% dibandingkan semester I-2022 yang mencapai Rp 72,73 triliun. Director & Chief Investment Officer Fixed Income Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Ezra Nazula mengatakan, menilai penerbitan obligasi korporasi masih relatif tinggi. Sebab, tahun lalu merupakan tahun penerbitan tertinggi seiring membaiknya ekonomi Indonesia setelah reopening dengan pandemi mulai terkendali.
"[Capain ini relatif tinggi] mengingat permintaan yang terus tinggi dengan investor masih mencari alternatif aset yang memberikan yield menarik," ujarnya kepada Kontan.co.id, Senin (26/6).
Baca Juga: Penerbitan Obligasi Korporasi Masih Lesu Hingga Juni 2023 Head of Business Development Division Henan Putihrai Asset Management (HPAM) Reza Fahmi juga mengamini. Bahkan ia bilang penerbitan obligasi korporasi tiga bulan terakhir lebih banyak, baik dari sisi jumlah emiten, maupun obligasi yang diterbitkan. "Yang melatarbelakangi tren ini adalah turunnya yield obligasi pemerintah hingga mencapai 6,2%," sebutnya. Reza menambahkan, dari sisi permintaan, investor masih memiliki kebutuhan yang tinggi obligasi. Sedangkan dari sisi supplai, emiten bisa mendapatkan pembiayaan yang lebih murah bila dibandingkan penerbitan pada kuartal I 2023. Pada semester II, analis menilai penerbitan obligasi juga akan tinggi. Sebab, perusahaan tetap membutuhkan dana untuk ekspansi dan modal kerja. Selain itu, kupon obligasi telah turun seiring dengan turunnya imbal hasil SBN dan kedepannya juga diperkirakan akan bergerak dengan sesuai. "Dengan permintaan yang tinggi oleh investor dan turunnya imbal hasil pemerintah yang disebabkan oleh redanya angka inflasi, serta suku bunga telah mencapai puncaknya maka kupon obligasi korporasi juga ikut mengalami penurunan," kata Ezra. Head of Fixed Income Trimegah Asset Management Darma Yudha menambahkan, di semester II, kupon obligasi korporasi akan flat dan cenderung turun sedikit karena inflasi relatif cukup rendah. Selain itu, risiko kredit dinilai juga cenderung turun karena Presiden Jokowi sudah mengumumkan status endemi. "Sehingga pembatasan-pembatasan sudah tidak ada dan ekonomi bisa berjalan dan itu bisa menurunkan credit risk," sebutnya. Meski kupon cenderung turun, ia menilai, berinvestasi pada obligasi korporasi masih tetap menarik. Sebab, jika dibandingkan dengan suku bunga deposito dan inflasi, imbal hasilnya masih tetap berada di atas. Namun ia juga mengingatkan bahwa yang perlu diperhatikan adalah risiko kredit dengan melihat perusahaan yang menerbitkan dan historisnya. Lalu, likuiditasnya karena obligasi korporasi tidak setinggi obligasi negara. "Obligasi yang memiliki risiko tinggi itu di bawa BBB+, jadi investor bisa untuk mengincar di atas rating tersebut," katanya.
Reza juga sepakat bahwa berinvestasi pada obligasi korporasi masih cukup menarik. "Beberapa emiten rating AAA telah menerbitkan obligasi tenor 5 tahun dengan tingkat suku bunga 6% – 6,2%, namun kami juga melihat emiten dengan rating A (single A) menawarkan sebesar 10,5% untuk tenor 5 tahun," paparnya. Adapun untuk semester II, Reza memproyeksikan imbal hasil obligasi korporasi untuk rating AAA sampai dengan AA- tenor 1 tahun pada level 5,5%-6%. Lalu, tenor 3 tahun sebesar 5,95%-6,95%, dan tenor 5 tahun pada level 6,25%-7,8%.
Baca Juga: Pendanaan Surat Utang Multifinance Capai Rp 13,51 Triliun Hingga Mei 2023 Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat