Penerbitan Obligasi Korporasi Akan Ramai Jika Suku Bunga Turun



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) memperkirakan penerbitan surat utang (obligasi) korporasi tahun ini berada dalam kisaran Rp 148,15 triliun hingga Rp 169,05 triliun. Pefindo menyebut, potensi peningkatan emisi obligasi ini terutama karena kebutuhan refinancing tahun ini yang lebih tinggi ketimbang tahun lalu.

Kepala Divisi Riset Ekonomi Pefindo, Suhindarto mengatakan, kebutuhan refinancing atau pembiayaan utang yang jatuh tempo akan lebih tinggi pada tahun 2024. Nilai surat utang yang jatuh tempo pada 2024 senilai Rp 153,1 triliun. Sementara surat utang jatuh tempo tahun lalu mencapai Rp 126,9 triliun.

Associate Director Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nicodemus mengatakan, obligasi korporasi akan positif pada tahun ini apabila tingkat suku bunga Federal Reserve turun yang akan diikuti dengan penurunan tingkat suku bunga Bank Indonesia.


Baca Juga: Suku Bunga Berpotensi Turun, Penerbitan Obligasi Bisa Makin Ramai

"Karena apabila tingkat suku bunga turun, maka penerbitan obligasi korporasi akan semakin ramai, karena bunga yang diberikan oleh korporasi juga akan semakin kecil. Tentu hal ini akan memberikan dampak yang positif bagi obligasi korporasi, karena akan mendorong penerbitan jauh lebih banyak," kata Nico kepada Kontan.co.id, Kamis (22/2).

Terlebih lagi, dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, penerbitan obligasi berbeda jauh dengan saham karena tingginya inflasi dan tingkat suku bunga. Apabila The Fed dan Bank Indonesia belum menurunkan tingkat suku bunga, maka obligasi korporasi dinilai tidak terlalu prospektif.

"Apabila bisnis dari perusahaan tersebut tidak terlalu ada exposure terhadap inflasi dan tingkat suku bunga, obligasi mungkin akan menjadi pilihan," tutur dia.

Baca Juga: Kinerja Pulp and Paper (INKP) Diproyeksi Positif, Simak Rekomendasi Analis

Namun jika melihat kondisi saat ini, tampaknya alternatif pendanaan dari penerbitan saham masih akan jauh lebih menarik karena biaya pendanaan atawa cost of fund yang lebih murah. Jika cost of fund tinggi dari obligasi, Nico bilang, maka perusahaan akan mencari yang termurah untuk mendapatkan dana tersebut.

"Apabila perusahaan tersebut bagus adanya secara fundamental, terus prospeknya cerah, ditambah dengan potensi valuasi di masa yang akan datang mengalami kenaikan, kami yakin investor akan mengantre untuk membeli saham atau obligasi tersebut," tutup Nico.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati