Penerbitan Obligasi Korporasi Tetap Semarak, Begini Peluang dan Risiko Investasinya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Meski suku bunga the Fed kembali diturunkan pada awal November ini, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) tetap mempertahankan BI rate di level 6%. Meski begitu, penerbitan obligasi korporasi diperkirakan masih tetap semarak sampai dengan akhir tahun.

Sederet perusahaan, baik plat merah maupun swasta cukup aktif menawarkan obligasi. Teranyar, ada PT Kereta Api Indonesia (Persero) yang menerbitkan obligasi dan sukuk ijarah senilai Rp 2 triliun.

Selain itu, berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI) hingga 11 November 2024 total emisi obligasi dan sukuk tercatat 121 emisi dari 73 emiten dengan nilai Rp 112,3 triliun. Periode yang sama tahun lalu (hingga 10 November 2023), penerbitan sebanyak 99 emisi dari 56 emiten senilai Rp 110,45 triliun.


Analis Fixed Income Sucorinvest Asset Management (Sucor AM), Alvaro Ihsan mengatakan menjelang akhir tahun terdapat beberapa emiten yang menerbitkan surat utang untuk kebutuhan modal kerja maupun refinancing.

Baca Juga: Prefunding 2025, Pemerintah Terbitkan Sukuk Global Senilai US$ 2,75 Miliar

Nah, mengingat terdapat potensi penurunan suku bunga meskipun lebih terbatas, penurunan cost of fund semakin membuat emiten bergairah untuk menerbitkan surat utang untuk mendanai belanja modal maupun untuk modal kerja serta refinancing.

"Meskipun begitu, perusahaan juga akan melihat kondisi suku bunga pasar terkini sebelum menerbitkan surat utang," ujar Alvaro kepada Kontan.co.id, Rabu (20/11).

Sebagai instrumen investasi, obligasi korporasi dinilai cenderung menarik mengingat imbal hasil yang lebih tinggi dibandingkan obligasi pemerintah dengan volatilitas yang relatif lebih rendah.

Alvaro mengatakan, berdasarkan data PHEI, spread antara obligasi korporasi 3 tahun dengan obligasi pemerintah 3 tahun adalah 37 bps untuk rating AAA. Spread akan lebih tinggi jika investor cukup berani mengambil risiko melalui rating yang lebih rendah.

Untuk rating AA, A, dan BBB, masing-masing 90bps, 241bps, dan 406bps. Namun, ia menegaskan, investor harus memperhatikan rating kredit serta melakukan analisis fundamental dari emiten yang menerbitkan obligasi korporasi.

Baca Juga: Jika Penerbitan SRBI Berkurang, Bankir Buka Peluang Turunkan Bunga Kredit

Maklum, dengan banyaknya penerbitan obligasi korporasi di tengah ketidakpastian global tentu membuka potensi gagal bayar. Karenanya, Alvaro menuturkan, analisis emiten korporasi harus melihat dari kesehatan keuangan dan fundamental bisnis dari setiap emiten yang menerbitkan obligasi korporasi.

Lalu, investor harus memperhatikan likuiditas, struktur modal, arus kas, hingga profitabilitas dari emiten untuk menentukan, apakah obligasi korporasi layak untuk diinvestasikan. "Perusahaan dengan fundamental yang baik cenderung memiliki probabilitas gagal bayar yang rendah, tercermin juga dari rating kredit yang tinggi," imbuhnya.

Selanjutnya: BP Taskin Gelar Pembagian Benih Padi Unggul di Pacitan, Jawa Timur

Menarik Dibaca: 4 Tanda Harus Ganti Skincare, Salah Satunya Jenis Kulit Berubah

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat