Penerbitan obligasi negara direm



JAKARTA. Menjelang akhir kuartal I-2017 lalu, pemerintah mulai mengerem aksi front loading penerbitan surat utang negara (SUN). Maklum, total nilai penerbitan SUN sampai dengan akhir kuartal I-2017 sudah mencapai Rp 265,77 triliun. Jumlah tersebut setara dengan 38,71% dari target bruto penerbitan SUN sepanjang tahun ini yang senilai Rp 684,8 triliun.

Adapun hingga lelang terakhir pada Selasa (18/4), total nilai penerbitan obligasi negara mencapai Rp 290,7 triliun atau setara 42,45% dari target 2017. "Penyerapannya masih di bawah rata-rata kuartal I selama tiga tahun terakhir yang mencapai 45%," ungkap Anton Hendranata, Chief Economist Treasury & Capital Markets Division Bank Danamon Indonesia Tbk dalam riset yang dirilis 17 April 2017.

Analis Fixed Income MNC Securities I Made Adi Saputra menyatakan, pencapaian tersebut melebihi target yang ditetapkan pemerintah yakni 28,12% pada kuartal I-2017. "Jadi, target pemerintah tahun ini yang menyusut, bukan pencapaiannya yang kurang baik," kata Made


Menurutnya, ada empat alasan. Pertama, pemerintah mempertimbangkan kemampuan penyerapan anggarannya agar tidak terlalu terbebani bunga. Kedua, menjaga stabilitas secondary market dengan terus memantau yield dan jumlah tawaran yang dimenangkan saat lelang.

Ketiga, pertimbangan faktor eksternal, salah satunya mengantisipasi kenaikan suku bunga global. Keempat, pemerintah cenderung meningkatkan pendapatan dalam negeri, khususnya dari penerimaan pajak yang digenjot lewat tax amnesty.

Fixed Income Fund Manager Ashmore Asset Management Indonesia Anil Kumar, menyampaikan pandangan serupa. Menurutnya, strategi tersebut dilakukan karena pemerintah berupaya keras menggenjot pemasukan dari pendapatan pajak.

Menurut catatan Direktorat Jenderal Pajak, realisasi penerimaan pajak per Maret 2017 mencapai Rp 222 triliun. Jumlah tersebut naik 18% dari periode yang sama di tahun 2016 sebesar Rp 188 triliun.

Strategi pemerintah menekan intensitas penyerapan saat front loading, menurut Made, terbilang tepat. Sebab, jika pemerintah terlalu agresif menerbitkan surat utang, dapat berimbas pada naiknya yield di secondary market. "Investor bisa jadi tidak confident karena menilai pemerintah sedang banyak kebutuhan. Akibatnya, pasar menjadi lesu," ungkapnya.

Di sisi lain, Anil mengingatkan kemungkinan berkurangnya penerbitan obligasi pemerintah jika pendapatan pajak meningkat, tetapi penyerapan anggaran tidak sesuai rencana. "Kalau demand (SBN) ada terus dan barang tidak ada, jadinya rally. Kondisi ini menguntungkan investor yang sudah memiliki obligasi pemerintah," ujar Anil.

Anil memperkirakan, yield SUN seri acuan tenor sepuluh tahun sebesar 7,25%-7,5% akhir tahun ini. Prediksi Made sekitar 7,4%-7,8%. Berdasarkan lelang terakhir, rata-rata yield FR0059 bertenor sepuluh tahun yang dimenangkan sebesar 7,09%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia