Penerbitan produk reksadana baru tahun ini berpotensi turun, simak penyebabnya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penerbitan reksadana baru di tahun ini berpotensi menurun. Di tengah ketidakpastian pemulihan ekonomi, para manajer investasi cenderung lebih banyak menerbitkan reksadana pasar uang dan reksadana pendapatan tetap daripada reksadana berbasis saham dan reksadana terproteksi. 

Berdasarkan data Infovesta Utama, 11 produk reksadana baru meluncur di sepanjang Mei hingga Jumat (21/5). Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana mengatakan saat ini peluncuran rekadana baru berjenis reksadana pasar uang dan rekadana pendapatan tetap akan lebih banyak dibanding reksadana jenis lain. Penyebabnya, minat masyarakat di tengah tekanan ekonomi cenderung beralih ke aset yang risikonya rendah.  

Head of Investment Avrist Asset Management Farash Farich juga mengatakan dalam menerbitkan produk reksadana baru di tahun ini faktor yang dipertimbangkan adalah kebutuhan investor saat ini. 


Di tengah masih banyaknya likuiditas di pasar keuangan, Farash melihat permintaan terhadap produk jangka pendek seperti reksadana pasar uang menjadi tinggi.

Kondisi yang dialami investor saat ini juga tengah menghadapi penurunan yield deposito. Alhasil, kondisi tersebut mendorong investor mulai mencari reksadana pendapatan tetap yang memiliki yield lebih tinggi dari reksadana pasar uang. 

Baca Juga: Kinerja reksadana berbasis saham terseret penurunan IHSG sepanjang Mei

"Produk reksadana pendapatan tetap durasi pendek seperti ETF Bond yang juga membagikan hasil investasi rutin juga banyak dilihat investor," kata Farash, Senin (24/5). 

Sementara, untuk menerbitkan produk reksadana terproteksi baru, Farash mengatakan ada banyak faktor yang harus diperhitungkan. Misalnya, yield yang turun, tingkat pajak yang direncanakan pemerintah naik, serta risiko kredit yang naik. 

"MI jadi lebih berhati-hati juga mencari underlying asset untuk reksadana terproteksi yang seimbang antara risiko dan potensi imbal hasilnya," kata Farash. 

Sementara, Farash masih fokus memaksimalkan produk reksadana sahamnya dan belum berencana meluncurkan reksadana saham baru. 

Head of Business Development Division Henan Putihrai Asset Management Reza Fahmi juga mengatakan para manajer investasi saat ini cenderung wait and see dalam menerbitkan reksadana terproteksi karena kasus gagal bayar aset reksadana tersebut belakangan ini. 

Selain itu, dengan kinerja IHSG yang masih sideways, saat ini HPAM juga cenderung belum akan meluncurkan reksadana saham baru. 

"Ada beberapa rencana peluncuran tetapi sepertinya masih harus ditindak menunggu iklim bisnis membaik," kata Reza. 

Namun, Reza juga setuju dilihat dari kebutuhan investor, reksadana berbasis obligasi, pasar uang dan syariah peminatnya meningkat saat ini. 

Alhasil, Wawan memproyeksikan penerbitan reksadana baru di tahun ini lebih rendah dibandingkan penerbitan di tahun lalu. Namun, Wawan menjelaskan penerbitan reksadana baru yang menurun tidak sama dengan minat investor di industri reksadana menurun. 

"Selama dana kelolaan industri reksadana tetap naik dari produk reksadana yang lama itu juga menandakan industri ini masih positif," kata Wawan. 

Di lain sisi, menjadi risiko bagi para MI jika menerbitkan reksadana baru tetapi dana kelolaan tidak tumbuh sesuai target. 

Selanjutnya: Cross Default Tridomain (TDPM), Ancam Reksadana Terproteksi Mega Asset

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi