Penerbitan SBN 2022 Diproyeksikan Hanya Terealisasi Rp 842 Triliun Sampai Akhir Tahun



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada tahun ini akan diturunkan menjadi 4,5% dari target 4,85% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Penurunan ini dikarenakan adanya outlook pendapatan negara tahun 2022 yang diperkirakan lebih tinggi atau mencapai Rp 420,1 triliun dari target yang telah ditetapkan. Namun dirinya menegaskan bahwa tak semua kelebihan pendapatan tersebut akan dilokasikan untuk menutup defisit.

Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Riko Amir mengatakan, untuk memenuhi pembiayaan APBN di tahun 2022, pemerintah akan tetap mengoptimalkan sumber-sumber non utang, seperti Sisa Anggaran Lebih (SAL).


Baca Juga: Pertumbuhan Ekonomi 2023 Ditargetkan Capai 5,9%, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Riko menambahkan, pembiayaan utang tetap diposisikan sebagai upaya terakhir (last resort), dengan mengutamakan sumber pembiayaan domestik dan mengoptimalkan pinjaman yang berbunga relatif lebih ringan dari lembaga multilateral dan bilateral.

Oleh karena itu, pembiayaan utang dilakukan secara oportunistik, terukur, dan tetap mengedepankan kehati-hatian.

“Dalam pelaksanaan pemenuhan pembiayaan, pemerintah tetap memiliki fleksibilitas dalam menentukan komposisi pembiayaan utang (dari pinjaman dan Surat Berharga Negara (SBN)) untuk memperoleh biaya dan risiko yang paling optimal,” ujar Riko kepada Kontan.co.id, Minggu (22/5).

Direktur Celios Bhima Yudhistira mengatakan, untuk pembiayaan dengan kondisi pelebaran defisit anggaran maka dirinya memperkirakan penerbitan surat utang akan turun dibandingkan pinjaman bilateral/multilateral (loan).

“Faktor suku bunga jadi pertimbangan krusial. Imbal hasil SBN terus meningkat, karena tekanan pasar keuangan pasca Fed rate menaikkan suku bunga,” kata Bhima kepada Kontan.co.id, Minggu (22/5).

Baca Juga: Sri Mulyani: Ada Tiga Poin Penting Dalam Penyusunan Kebijakan Makro dan Fiskal 2023

Bhima juga mengatakan, jika suku bunga di dalam negeri ikut meningkat tidak menutup kemungkinan kupon SBN harus disesuaikan untuk penerbitan baru di semester II 2022. Menurutnya, selama ini terjadi dilema antara menerbitkan SBN dengan bunga market yang mahal dengan pinjaman bilateral spesifik proyek.

“Kalai SBN yang didorong maka impikasinya beban pembayaran bunga bisa melebihi Rp 400 triliun, dan itu akan membuat ruang fiskal dan defisit keseimbangan primer melebar,” jelasnya.

Sementara itu, risiko gejolak di sektor keuangan juga akan membuat outflow di pasar SBN meningkat. Tentu Bhima menilai, kondisi tersebut bisa mempengaruhi stabilitas nilai tukar rupiah sepanjang tahun. “Dari target penerbitan SBN sebesar Rp 991 triliun, diproyeksi hanya terealisasi 85% atau Rp 842 triliun sampai akhir 2022,” tandasnya.

Sebagai informasi, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menargetkan pembiayaan utang yang bersumber dari SBN neto sebesar Rp 991,3 triliun atau turun 0,2% jika dibandingkan dengan outlook APBN pada tahun 2021 sebesar Rp 992,9 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .