Penerbitan SBN ritel yang agresif berpotensi memengaruhi minat investor reksadana



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) ritel yang tergolong masif pada tahun ini memang berpotensi mempengaruhi minat investor reksadana. Namun, permintaan terhadap reksadana diyakini akan tetap tumbuh karena adanya faktor perbedaan fitur. Seperti yang diketahui, sepanjang tahun ini pemerintah menerbitkan 10 SBN ritel. Delapan di antaranya merupakan instrumen yang tidak diperdagangkan di pasar sekunder. Dua dari 10 SBN ritel tersebut juga sudah dan tengah ditawarkan kepada investor ritel, yakni Savings Bond Ritel seri SBR005 serta Sukuk Tabungan seri ST003. Direktur Panin Asset Management Rudiyanto mengatakan, keberadaan SBN ritel, khususnya yang bersifat non-tradable, akan memengaruhi eksistensi reksadana terproteksi secara langsung. Sebab, reksadana terproteksi memiliki fitur-fitur yang tidak jauh berbeda dengan SBN ritel tersebut. Misalnya, dana dari para investor akan ditahan hingga jatuh tempo, ada indikasi besaran imbal hasil yang akan diperoleh, serta jangka waktu investasi yang relatif pendek atau sekitar 2—3 tahun. “Kalau jadwal penawarannya bersamaan dan imbal hasil yang ditawarakan tidak jauh beda, bisa saja investor lebih tertarik membeli SBN ritel,” ungkapnya, Jumat (1/2). Direktur Bahana TCW Investment Soni Wibowo juga berpendapat, minat investor terhadap reksadana berbasis obligasi dan pasar uang di atas kertas berpotensi berkurang seiring kehadiran SBN ritel. Apalagi, dalam beberapa penawaran terakhir, kupon minimal SBN ritel selalu di atas 8%. Dengan tenor hanya dua tahun, nilai kupon tersebut sudah dapat bersaing dengan yield Surat Utang Negara (SUN) tenor 10 tahun. Terlepas dari itu, walau tidak menyebut besaran angka, Soni mengaku, sejak penawaran SBR005 lalu belum ada sinyal penurunan minat investor terhadap reksadana berbasis obligasi maupun pasar uang di Bahana TCW Investment. “Setiap hari tetap ada subscription dan redemption reksadana pasar uang dan AUM-nya tetap stabil,” tuturnya, akhir pekan lalu. Dari situ, ia melihat investor sudah bisa mendiversifikasikan instrumen yang dikoleksinya sekaligus memahami bahwa tiap instrumen punya kelebihan dan kekurangan. Reksadana masih memiliki sejumlah kelebihan yang belum tentu didapati dalam SBN ritel. Salah satunya adalah fleksibilitas untuk melakukan pembelian atau penjualan. Terkecuali reksadana terproteksi, instrumen seperti reksadana pendapatan tetap dan pasar uang bisa dibeli ataupun dijual oleh investor kapan saja ia mau. Hal ini tidak dimiliki oleh SBN ritel, khususnya Savings Bond Ritel dan Sukuk Tabungan. Kedua instrumen ini memiliki masa penawaran dengan waktu yang terbatas. Investor juga baru bisa mencairkan hasil investasinya ketika masa early redemption atau ketika waktu jatuh tempo tiba. “Biaya investasi SBN ritel juga belum bisa dijangkau seluruh kalangan investor ritel,” tambah Soni. Sebagai catatan, SBN ritel bisa diperoleh investor dengan nilai minimal Rp 1 juta. Sementara beberapa produk reksadana sudah bisa dibeli dengan investasi di bawah Rp 100.000.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Wahyu T.Rahmawati