Penerbitan surat utang korporasi cenderung tumbuh terbatas tahun ini



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penerbitan surat utang korporasi diperkirakan masih akan tumbuh positif di tahun ini kendati lebih terbatas. Hal ini terjadi seiring masih banyaknya sejumlah sentimen eksternal hingga efek keberlangsungan pemilihan umum (pemilu) yang mempengaruhi kondisi pasar obligasi domestik.

Dalam sebuah paparan, PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) memproyeksikan, jumlah penerbitan surat utang korporasi di tahun 2019 mencapai Rp 135,2 triliun. Angka ini meningkat Rp 2,8 triliun dibandingkan realisasi penerbitan di tahun lalu sebesar Rp 132,4 triliun.

Sebagai catatan, surat utang korporasi ini meliputi obligasi, medium term notes (MTN), hingga sekuritisasi.


Ekonom Pefindo Fikri C. Permana mengatakan, sejumlah tantangan sebenarnya masih dihadapi oleh pasar obligasi Indonesia sepanjang tahun ini. Namun, penerbitan surat utang korporasi diyakini masih bisa tumbuh lantaran jumlah surat utang yang jatuh tempo di tahun ini tergolong tinggi.

Hitungan Pefindo, surat utang yang jatuh tempo di tahun ini sekitar Rp 111 triliun. Artinya, kebutuhan untuk refinancing atas surat uang yang jatuh tempo tersebut masih cukup tinggi, walau tidak serta merta semua perusahaan akan melunasinya dengan menerbitkan surat utang baru.

Ia melanjutkan, sentimen eksternal yang mempengaruhi penerbitan surat utang korporasi di tahun ini tidak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya. Salah satunya adalah kelanjutan perang dagang antara AS dan China.

Sentimen ini bisa berdampak terhadap kondisi perekonomian global, tidak terkecuali Indonesia. Apalagi, ekspor produk Indonesia ke China mencapai kisaran 30%. Jika ekspor tersebut menemui hambatan, pertumbuhan ekonomi nasional bisa terganggu.

“Kondisi makroekonomi yang melemah bisa mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam menerbitkan surat utang,” ungkap Fikri ketika ditemui Kontan.co.id, Rabu (19/2).

Selain itu, risiko juga hadir dari meningkatnya utang pemerintah AS yang mencapai US$ 22 triliun per 11 Februari lalu. Fikri memperkirakan, utang pemerintah AS akan kembali bertambah US$ 12 triliun hingga 2029 mendatang, sehingga defisit anggaran belanja AS akan semakin melebar.

The Federal Reserves pun dinilai masih akan menaikkan suku bunga acuan AS dengan kondisi seperti itu, meskipun intensitasnya berkurang maksimal hanya dua kali di tahun ini. “Tapi tetap saja, saat kenaikan suku bunga acuan AS terjadi, yield obligasi di seluruh dunia akan naik dan beban bunga bagi korporasi meningkat,” terangnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi