Penerimaan bea dan cukai diramal tak capai target



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penerimaan pajak dan bea cukai masing-masing mencapai 68,7% dan 67,1% dari target pada Oktober 2017. Berbeda dengan penerimaan bea cukai, realisasi penerimaan pajak itu hanya mencapai pertengahan Oktober.

Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) menghitung, untuk penerimaan pajak, sampai akhir tahun pemerintah diproyeksikan bakal mendapat Rp 1.177 triliun atau sekitar Rp 106 triliun di bawah target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2017 yang sebesar Rp 1.283,57 triliun.

Sementara, untuk penerimaan dari bea dan cukai diproyeksikan sebesar Rp 147,7 triliun atau sekitar Rp 42 triliun di bawah dari target yang sebesar Rp 189,1 triliun.


Direktur Eksekutif CITA Yustinus Prastowo mengatakan, penerimaan pajak pada tahun ini banyak didorong oleh pertumbuhan ekonomi secara alamiah. Meski dapat dikatakan ada penurunan daya beli.

“Meski ada penurunan daya beli, setidaknya ada peralihan dari konsumsi barang ke leisure. Menurut saya, pertumbuhan ekonomi secara alamiah membantu penerimaan pajak tumbuh,” katanya kepada KONTAN, Minggu (5/11).

PPN misalnya, yang tetap tumbuh positif, salah satunya disebabkan meningkatnya kepatukan pasca-amnesti pajak dan penerapan e-faktur. Posisi terakhir PPN pada pada Oktober sendiri tumbuh menjadi 13,9% yang pada bulan sebelumnya tumbuh 13,7%.

Begitu pula dengan PPN dalam negeri yang pada September tumbuh 12,14%, pada Oktober ini menjadi 12,29%. PPN impor juga dari yang sebelumnya 19,6%, pada Oktober tumbuh menjadi 20,11%.

Pertumbuhan juga terlihat pada total seluruh komponen PPh, yakni PPh 21, 23, 25, 29 baik Orang Pribadi (OP) maupun Badan yang meningkat dibandingkan posisi September. PPh 21 dan 22 misalnya yang masing-masing tumbuh 4,6% dan 38,6%.

PPh 22 impor dan PPh 23 juga masing-masing tumbuh 15%. Sementara, PPh pasal 25 dan 29 OP naik 47,2%. Adapun PPh badan 25 dan 29 sampai Oktober naik 18,8%.

Namun demikian, dengan proyeksi penerimaan pajak tahun ini, menurut Yustinus, penerimaan pajak secara keseluruhan hanya akan mampu tumbuh tipis dari tahun sebelumnya, yaitu naik sekitar Rp 44 triliun. “Pertumbuhannya memang masih tipis, 3,9%. Di bawah pertumbuhan alamiah, yakni pertumbuhan ekonomi ditambah inflasi,” katanya.

Oleh karena itu, dalam situasi perekonomian yang masih terbilang stagnan ini, Yustinus mengatakan, dalam menghadapi fase pemulihan, kebijakan pemungutan pajak harus hati-hati. “Hindari ekstraksi berlebih,” ucapnya.

Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan Pajak Ditjen Pajak Yon Arsal mengatakan, sisa waktu pada tahun ini memang merupakan tantangan besar bagi Ditjen Pajak. Namun demikian, tantangan tersebut didukung oleh kondisi pertumbuhan setoran pajak berbagai sektor yang relatif stabil.

Selain itu, penerimaan per jenis pajak juga tercatat tumbuh positif meski masih ada jenis pajak yang terpengaruh dengan selisih waktu, misalnya PBB Migas yang tahun lalu cair pada Agustus-September.

“Sekarang belum, tapi kan sebentar lagi sehingga penerimaan pajak dan pencapaian lebih baik, pertumbuhan ekonomi lebih bagus, kemudian kami juga bisa follow-up pasca-amnesti pajak. Seharusnya penerimaan kami lebih baik,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia