Penerimaan cukai tumbuh di posisi Rp 9,09 triliun pada Januari 2021



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penerimaan cukai pada bulan lalu terpantau tumbuh 495,18% year on year (yoy) atau di posisi Rp 9,09 triliun. Pencapaian positif tersebut, utamanya disokong oleh cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok yang ngepul hingga enam kali lipat.

Laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021 menunjukkan realisasi penerimaan cukai rokok pada Januari lalu sebesar Rp 8,83 triliun. Hanya dalam satu bulan CHT mampu tumbuh 626,03% yoy atau setara 5,08% dari target akhir tahun ini sejumlah Rp 173,78 triliun.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan lonjakan tinggi penerimaan cukai disebabkan aksi borong pita cukai tahun 2020 yang dilakukan pada bulan lalu. Sebab, per 1 Februari 2021, tarif cukai baru sudah efektif yakni dengan rata-rata sebesar 12,5%.


Baca Juga: Kinerja emiten rokok tertekan cukai, cermati rekomendasi saham dari analis berikut

“Sehingga banyak pabrik rokok yang memesan cukai pada bulan Januari ini untuk bisa mendapakan sedikit keuntungan sebelum cukainya naik,” kata Menkeu Sri Mulyani saat Konferensi Pers APBN 2021 Periode Januari, Selasa (23/2).

Lebih rinci, Menkeu menyampaikan pertumbuhan penerimaan cukai disebabkan limpahan pelunasan pita cukai pekan ketiga dan pekan keempat 2020 yang mencapai Rp 7,57 triliun.

“Jadi juga mereka (pabrik rokok) akan mengantisipasi (kenaikan tarif CHT) yang mulai berlaku mulai 1 Februari. Jadi pabrik rokok memesan pita cukainya sebelum kenaikan,” ujar Menkeu Sri Mulyani.

Adapun catatan Kemenkeu, produksi rokok pada Januari 2021 tumbuh signifikan hingga 167,1% yoy.  Hal ini dipengaruhi efek penyesuaian tarif CHT 2021 yang berlaku pada awal Februari, sehingga pada Januari masih terhitung tarif lama.

Baca Juga: Emiten rokok masih tertekan, saham apa saja yang menarik?

Selain CHT, realisasi penerimaan cukai dari barang kena cukai (BKC) yang lain mengalami kontraksi pada Januari 2021. Hal ini sejalan dengan dampak pandemi virus corona yang menyebabkan aktivitas masyarakat turun terutama di bidang pariwisata.

Alhasil realisasi minuman mengandung ethil alkohol (MMEA) sebesar Rp 250 miliar, kontraksi 15,18% yoy.  Lalu, ethil alkohol mencatat penerimaan sebesar Rp 10 miliar minus 30,97% yoy.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto