Penerimaan digenjot agar anggaran tak jebol



JAKARTA. Tiga bulan menjelang tutup buku, penerimaan pajak masih mengancam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) tahun 2014. Tak pelak, ini menimbulkan kekhawatiran. Yakni defisit anggaran diprediksi akan jauh lebih besar dari perkiraan.

Sesuai amanat APBN-P 2014, batas maksimal defisit anggaran 2,4% dari produk domestik bruto (PDB) atau sebesar Rp 241,5 triliun. Sampai 15 September, penerimaan pajak baru hanya Rp 653 triliun, atau 61% dari target. Melihat sisa waktu tiga bulan hingga penghujung 2014 akan sangat sulit mengejar target penerimaan pajak sebesar Rp 1.072,38 triliun atau tumbuh 16,4% dibandingkan tahun sebelumnya.

Perlambatan pertumbuhan ekonomi serta ekspor komoditas di tengah harga yang memble mempengaruhi kinerja pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Di sisi lain, menjelang akhir tahun, penyerapan belanja membaik. Banyak kementerian dan lembaga memacu kinerja. Ini pula menyulut kekhawatiran pembekakan defisit anggaran.


Namun, Wakil Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menegaskan, pemerintah akan menjaga defisit agar tidak lewat dari batas 2,4% dari PDB agar tidak melanggar Undang Undang APBN-P 2014. Meski penerimaan pajak sulit mencapai target, kata Bambang, pemerintah tak akan memangkas anggaran. Sebab, saat penyusunan APBNP 2014, sudah ada pemangkasan belanja.

"Tidak ada pemangkasan belanja secara resmi. Penerimaan harus dioptimalkan sebisa-bisanya," ujar Bambang, Rabu (1/10). Salah satu harapan penerimaan adalah melemahnya nilai tukar rupiah. Beberapa waktu terakhir, nilai tukar rupiah berada di atas Rp 12.000 per dolar Amerika Serikat (AS). Kondisi ini mendongkrak penerimaan negara dari sektor minyak dan gas (migas).

Sayangnya, pelemahan rupiah juga meningkatkan alokasi belanja di pos lain, khususnya subsidi BBM. Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan, penghematan anggaran sejatinya terjadi. Sebab, beberapa kegiatan pemerintah gagal terlaksana. "Kemungkinan, realisasi belanja hanya akan mencapai 94%-95% seperti tahun lalu," kata Chatib, Selasa (30/9).

Dengan perkiraan itu, realisasi belanja hingga akhir tahun mencapai Rp 1.783,06 triliun dari pagu Rp 1.876,9 triliun di APBN-P 2014. Penerimaan sulit Ini pula yang menjadi angoin segar bagi defisit anggaran, Sebab, penerimaan dipastikan akan sulit memenuhi 100% target. Diperkirakan, pendapatan negara hingga akhir tahun hanya akan mencapai 90% atau Rp 1.471,86 triliun.

Dengan penerimaan sebesar itu, sedangkan belanja negara belanja negara hanya sebesar Rp 1.876,9 triliun (95%), maka anggaran bisa defisit sebesar Rp 311,2 triliun. Jumlah ini melebihi target defisit anggaran tahun lalu sebesar Rp 241,5 triliun. Namun, bila pendapatan negara hingga akhir tahun bisa 95% dari target atau sebesar Rp 1.553,63 triliun, maka dengan asumsi belanja negara Rp 1.876,9 triliun, hanya akan terjadi defisit Rp 229,43 triliun. Untuk itu, pendapatan harus dikejar hingga mencapai 95% agar defisit berada di bawah 2,4% dari PDB.

Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih berpendapat, pemerintah harus bekerja lebih keras lagi meningkatkan penerimaan dan meningkatkan belanja, demi menjaga defisit. Hitungan Lana, dengan asumsi realisasi belanja negara Rp 1.876,9 triliun (95%) maka penerimaan perpajakan keseluruhan minimum harus mencapai 92% atau sekitar Rp 1.485 triliun agar defisit tak lebih Rp 241,5 triliun.

Dengan melihat perlambatan ekonomi saat ini, Lana pesimistis target ini mudah tercapai. "Pertumbuhan ekonomi berbanding lurus dengan penerimaan pajak. Kalau ekonomi melambat, penerimaan pajak juga berkurang," ujar dia. Salah satu hal yang bisa dilakukan pemerintah ialah mengurangi belanja barang dan belanja modal. Namun, pemerintah harus mau menanggung konsekuensi akibat pemangkasan belanja modal, yakni pelambatan ekonomi dan pelambatan belanja.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie