JAKARTA. Realisasi defisit Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2016 berpotensi melebar. Kenaikan defisit terjadi seiring dengan makin besarnya selisih (
shortfall) antara realisasi penerimaan perpajakan (pajak dan bea cukai) dengan targetnya tahun ini. Pemerintah memprediksi akan
shortfall penerimaan perpajakan sebesar Rp 219 triliun dari target APBN-P sebesar Rp 1.539,2 triliun. Namun minimnya realisasi sampai akhir November 2016, jumlah selisih tersebut diperkirakan semakin membesar. Direktur Jenderal (Dirjen) Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemkeu) Heru Pambudi mengatakan, realisasi penerimaan bea dan cukai tahun ini diperkirakan hanya 97,15% dari target APBN-P 2016 sebesar 184 triliun. Sehingga realisasi penerimaan cukai sekitar Rp 178,76 triliun atau
shortfall Rp 5,24 triliun.
Penyebab utama
shortfall adalah kegagalan mencapai target penerimaan cukai. Menurut Heru, penurunan produksi rokok tahun ini menyebabkan
shortfall penerimaan cukai Rp 2,6 triliun. Pembatalan cukai plastik tahun ini juga membuat pemerintah kehilangan potensi penerimaan Rp 1 triliun. "Outlook kami sekitar 97,15% dari target. Itu sudah semua, bea masuk, cukai, dan bea keluar," kata Heru, akhir pekan lalu. Waspadai arus kas Data Kemkeu menunjukkan, realisasi penerimaan bea dan cukai hingga 30 November 2016 sebesar Rp 133,5 triliun atau 72,55% dari target APBN-P 2017. Untuk mengejar outlook 97,15%, Bea dan Cukai harus mengumpulkan penerimaan sekurang-kurangnya Rp 45,26 triliun, bulan ini. Heru optimistis estimasi penerimaan tersebut bisa dicapai. Sebab penerimaan cukai bulan ini akan melonjak, dipengaruhi oleh kenaikan tarif cukai yang berlaku 1 Januari 2017 dan pemberlakuan PMK 20/2015 yang mewajibkan pelunasan pita cukai di tahun pembelian. Sementara realisasi penerimaan pajak per 30 November 2016 sebesar Rp 965 triliun atau 73,17% dari target APBN-P 2016 sebesar Rp 1.318,9 triliun. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya memperkirakan adanya tambahan penerimaan pajak sebesar Rp 143 triliun-Rp 144 triliun di Desember ini. Angka itu bersumber dari penerimaan rutin bulan ini senilai Rp 101 triliun-Rp 102 triliun, juga dari uang tebusan amnesti pajak dan extra effort bulan ini yang diperkirakan mencapai Rp 42 triliun. Sehingga diperkirakan penerimaan pajak hingga akhir tahun mencapai Rp 1.108 triliun-Rp 1.109 triliun atau sekitar 84% dari target. Dengan memperhitungkan penerimaan bea dan cukai serta penerimaan pajak tersebut, maka diperkirakan realisasi penerimaan perpajakan tahun ini sebesar Rp 1.286,76 triliun-Rp 1.287,76 triliun. Hitungan KONTAN,
shortfall penerimaan perpajakan tahun ini akan sebesar Rp 251,44 triliun-Rp 252,44 triliun, melebihi perkiraan pemerintah sebelumnya yang Rp 219 triliun. Dengan
shortfall penerimaan perpajakan yang melebar, maka defisit APBNP 2016 berpotensi melebar.
Dalam APBN-P 2016, pemerintah mentargetkan defisit sebesar 2,35% dari PDB atau senilai Rp 296,7 triliun. Dengan perkiraan
shortfall penerimaan pajak sampai Rp 219 triliun, pemerintah menaikkan defisit APBN-P menjadi di bawah 2,7% dari PDB. Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo meminta pemerintah konsentrasi pada arus kas atau
cashflow. Pemerintah tidak bisa mengandalkan penerimaan amnesti pajak di akhir tahun untuk pembiayaan. Penerimaan itu hanya akan menjadi sisa lebih anggaran (SiLPA) untuk kebutuhan 2017. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie