Penerimaan masih lemah, defisit APBN mencapai 183,7 triliun hingga Juli



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 hingga Juli 2019 mencapai Rp 183,7 triliun. Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Senin (26/8), melaporkan, realisasi defisit anggaran tersebut lebih tinggi dibandingkan defisit anggaran periode sama 2018 yang sebesar Rp 151 triliun.   

Secara persentase, defisit anggaran sampai dengan Juli mencapai 1,14% terhadap produk domestik bruto (PDB). Rasio defisit anggaran ini juga lebih tinggi dibandingkan periode sama tahun lalu yang hanya 1,02% dari PDB.

Kemenkeu mencatat, total pendapatan negara dan hibah per akhir Juli mencapai Rp 1.052,8 triliun. Realisasi pendapatan negara ini baru memenuhi 48,6% target pendapatan dalam APBN yang secara keseluruhan sebesar Rp 2.165,11 triliun.


Pendapatan negara hanya tumbuh 5,9% yoy, lebih rendah dibandingkan semester I-2018 yang tumbuh 16,5%. 

Baca Juga: Pemerintah patok subsidi energi lebih rendah di RAPBN tahun 2020

Sementara, belanja negara hingga Juli tumbuh 7,9% atau mencapai Rp 1.236,5 triliun. Realisasi belanja tersebut memenuhi 50,2% dari pagu APBN 2019 sebesar Rp 2.461,1 triliun. 

Sampai Juli, keseimbangan primer APBN mencatat defisit sebesar Rp 25,1 triliun, melampaui target defisit Rp 20,1 triliun dalam APBN 2019. Pada periode yang sama tahun lalu, keseimbangan primer mengalami defisit namun jauh lebih kecil yaitu Rp 4,6 triliun. 

Adapun, pembiayaan anggaran mencapai Rp 229,7 triliun atau mencapai 62,1% dari pagu yang sebesar Rp 296 triliun. Pembiayaan anggaran tumbuh 8,2% jika dibandingkan dengan periode sama tahun lalu. 

Dengan demikian, defisit APBN per Juli 2019 sebesar Rp 183,7 triliun atau 1,14% terhadap PDB. 

Sementara, outlook pemerintah tahun ini rasio defisit terhadap PDB sebesar 1,93%, lebih lebar dari target APBN 2019 yaitu 1,84% dari PDB.

Baca Juga: Kejar Target Penerimaan Pajak di 2020, Pemerintah Siapkan Tujuh Kebijakan

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, outlook defisit APBN 2019 tidak serendah yang direncanakan lantaran tren penerimaan lebih lambat dari target, sedangkan realisasi belanja tetap kuat. 

“Terlihat bahwa sektor perekonomian riil kita sedang mengalami tekanan, tecermin dari penerimaan perpajakan dan PNBP yang lebih lemah,” tutur Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KiTa, Senin (26/8).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi