KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 mencatat kinerja yang baik. Pasalnya, penerimaan negara berhasil mencapai 100% dimana penerimaan perpajakan, bea cukai dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tumbuh dengan baik. Tak hanya itu, belanja negara terealisasi dengan baik, defisit APBN pun sebesar 1,72% dari PDB atau lebih rendah dari angka UU APBN 2018 yang sebesar 2,19%. Keseimbangan primer pun sebesar Rp 4,1 triliun. Meski mencatat kinerja yang baik, tetapi Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengingatkan supaya pemerintah tak langsung berbangga atas capaian tersebut. Pasalnya, penerimaan yang mencapai 100% tersebut disebabkan oleh harga mintak dan batubara sepanjang 2018 cukup tinggi. "Diluar harga komoditas, sebenarnya kinerja penerimaan pajak biasa saja. Tax ratio terus menurun dibawah 11%.Ini menandakan basis pajak paska tax amnesty tidak bertambah signifikan. Pemerintah masih berburu di kebun binatang. Wajib pajaknya itu-itu saja," tutur Bhima kepada Kontan.co.id, Selasa (1/1). Sementara itu, Bhima berpendapat tantangan di tahun ini akan semakin kompleks. Ini melihat harga minyak yang menunjukkan tren menurun karena pasokan yang berlebih di Amerika Serikat. Masalah lainnya, adanya perang dagang bisa membuat penerimaan negara dari batubara tergerus. Karena itu, penerimaan pajak di tahun 2019 harus ditingkatkan. Bhima pun meminta supaya pihak industri mau memberikan dukungan untuk meningkatkan pajak ini. "Kuncinya ada di industri manufaktur yang berkontribusi 30% dari total pajak. Industri jangan loyo, beri banyak dukungan agar pertumbuhannya tinggi dan kontribusi ke pajak naik," jelas Bhima. Bhima pun memandang penurunan defisit APBN 2018 semu. Ini melihat adanya rekayasa belanja subsidi energi yang dipindahkan ke tanggunan BUMN berupa penugasan. Menurutnya, bila digabung dengan beban penugasan Pertamina dan PLN, maka subsisi energi akan lebih besar dan defisit APBN sebenarnya melewati 2%. "Cara ini riskan digunakan di 2019 karena pengalihan beban subsidi ke BUMN bisa timbulkan financial distress. Akal-akalan defisit tapi BUMN babak belur tentu tidak sehat sama sekali ," tandas Bhima. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Penerimaan negara capai 100%, Indef: Pemerintah jangan bangga dulu
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 mencatat kinerja yang baik. Pasalnya, penerimaan negara berhasil mencapai 100% dimana penerimaan perpajakan, bea cukai dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tumbuh dengan baik. Tak hanya itu, belanja negara terealisasi dengan baik, defisit APBN pun sebesar 1,72% dari PDB atau lebih rendah dari angka UU APBN 2018 yang sebesar 2,19%. Keseimbangan primer pun sebesar Rp 4,1 triliun. Meski mencatat kinerja yang baik, tetapi Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengingatkan supaya pemerintah tak langsung berbangga atas capaian tersebut. Pasalnya, penerimaan yang mencapai 100% tersebut disebabkan oleh harga mintak dan batubara sepanjang 2018 cukup tinggi. "Diluar harga komoditas, sebenarnya kinerja penerimaan pajak biasa saja. Tax ratio terus menurun dibawah 11%.Ini menandakan basis pajak paska tax amnesty tidak bertambah signifikan. Pemerintah masih berburu di kebun binatang. Wajib pajaknya itu-itu saja," tutur Bhima kepada Kontan.co.id, Selasa (1/1). Sementara itu, Bhima berpendapat tantangan di tahun ini akan semakin kompleks. Ini melihat harga minyak yang menunjukkan tren menurun karena pasokan yang berlebih di Amerika Serikat. Masalah lainnya, adanya perang dagang bisa membuat penerimaan negara dari batubara tergerus. Karena itu, penerimaan pajak di tahun 2019 harus ditingkatkan. Bhima pun meminta supaya pihak industri mau memberikan dukungan untuk meningkatkan pajak ini. "Kuncinya ada di industri manufaktur yang berkontribusi 30% dari total pajak. Industri jangan loyo, beri banyak dukungan agar pertumbuhannya tinggi dan kontribusi ke pajak naik," jelas Bhima. Bhima pun memandang penurunan defisit APBN 2018 semu. Ini melihat adanya rekayasa belanja subsidi energi yang dipindahkan ke tanggunan BUMN berupa penugasan. Menurutnya, bila digabung dengan beban penugasan Pertamina dan PLN, maka subsisi energi akan lebih besar dan defisit APBN sebenarnya melewati 2%. "Cara ini riskan digunakan di 2019 karena pengalihan beban subsidi ke BUMN bisa timbulkan financial distress. Akal-akalan defisit tapi BUMN babak belur tentu tidak sehat sama sekali ," tandas Bhima. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News