JAKARTA. Realisasi penerimaan pajak Kantor Wilayah Ditjen Pajak (Kanwil DJP) Jakarta Khusus telah mencapai Rp 59,9 triliun hingga Agustus lalu. Penerimaan tersebut sudah mencapai sekitar 65% dari target yang ditetapkan tahun ini sebesar Rp 93,4 triliun.Kepala Kanwil DJP Jakarta Khusus Riza Noor Karim menuturkan, kontribusi terbesar penerimaan tersebut berasal dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Penanaman Modal Asing dan KPP Perusahaan Masuk Bursa. Saat ini, Kanwil DJP Jakarta Khusus mencatatkan WP orang asing yang ada di Indonesia mencapai 5.000 orang, hingga tahun ini. Selain itu, KPP DJP Jakarta Khusus juga melayani 1000 Badan Usaha Tetap. " Itu adalah badan usaha yang ada di Indonesia tetapi tidak didirikan di Indonesia, contohnya seperti Citibank," katanya, Jumat (17/9).Riza mengaku tidak gampang mencapai target penerimaan pajak tahun ini. Dia beralasan, besarnya penerimaan pajak sangat tergantung pada wajib pajak asing yang menanamkan modalnya. "Bayangkan saja hingga saat ini saja baru mencapai Rp59,9 triliun, Rp 93 triliun, itu kan cukup jauh juga," katanya.Target penerimaan pajak Kanwil DJP Jakarta Khusus tahun ini naik 23% dari pencapaian pada tahun lalu. Kanwil DJP Jakarta Khusus saat ini mengelola sembilan KPP yang terdiri dari enam KPP PMA, dua KPP badan dan orang asing (Badora), serta satu KPP PMB. "Kontribusi penerimaan pajak Kanwil DJP Jakarta Khusus itu 18%-19% terhadap penerimaan pusat," jelasnya.Untuk mencapai target penerimaan pajak itu, Riza bilang pihaknya akan terus menggali potensi pajak yang ada di wilayah kerjanya. Dia bilang, langkah-langkah optimalisasi itu akan dilakukan pihaknya dengan segala cara dan bervariasi tergantung kepada karakter wajib pajak yang ditangani. "Penggalian potensi, dilakukan dengan mengikuti perkembangan usaha dari setiap wajib pajak," tutupnya.Untungnya, wajib pajak besar di Jakarta Khusus dan KPP Madya tingkat kepatuhannya sudah relatif tinggi seperti KPP PMB. Namun, Riza bilang, sebagian besar masalah yang muncul di Kanwil DJP Jakarta Khusus adalah mengenai perbedaan penafsiran peraturan perpajakan di kalangan wajib pajak sehingga mempengaruhi pelaksanaan kewajiban. "Misalnya, seharusnya dipotong pajak tapi tidak dipotong, atau seharusnya dipotong 5%, ini cuma dipotong 2%. Jadi masalah yang dihadapi bukan masalah tidak patuh," jelasnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Penerimaan pajak Kanwil DJP Jakarta Khusus baru 65%
JAKARTA. Realisasi penerimaan pajak Kantor Wilayah Ditjen Pajak (Kanwil DJP) Jakarta Khusus telah mencapai Rp 59,9 triliun hingga Agustus lalu. Penerimaan tersebut sudah mencapai sekitar 65% dari target yang ditetapkan tahun ini sebesar Rp 93,4 triliun.Kepala Kanwil DJP Jakarta Khusus Riza Noor Karim menuturkan, kontribusi terbesar penerimaan tersebut berasal dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Penanaman Modal Asing dan KPP Perusahaan Masuk Bursa. Saat ini, Kanwil DJP Jakarta Khusus mencatatkan WP orang asing yang ada di Indonesia mencapai 5.000 orang, hingga tahun ini. Selain itu, KPP DJP Jakarta Khusus juga melayani 1000 Badan Usaha Tetap. " Itu adalah badan usaha yang ada di Indonesia tetapi tidak didirikan di Indonesia, contohnya seperti Citibank," katanya, Jumat (17/9).Riza mengaku tidak gampang mencapai target penerimaan pajak tahun ini. Dia beralasan, besarnya penerimaan pajak sangat tergantung pada wajib pajak asing yang menanamkan modalnya. "Bayangkan saja hingga saat ini saja baru mencapai Rp59,9 triliun, Rp 93 triliun, itu kan cukup jauh juga," katanya.Target penerimaan pajak Kanwil DJP Jakarta Khusus tahun ini naik 23% dari pencapaian pada tahun lalu. Kanwil DJP Jakarta Khusus saat ini mengelola sembilan KPP yang terdiri dari enam KPP PMA, dua KPP badan dan orang asing (Badora), serta satu KPP PMB. "Kontribusi penerimaan pajak Kanwil DJP Jakarta Khusus itu 18%-19% terhadap penerimaan pusat," jelasnya.Untuk mencapai target penerimaan pajak itu, Riza bilang pihaknya akan terus menggali potensi pajak yang ada di wilayah kerjanya. Dia bilang, langkah-langkah optimalisasi itu akan dilakukan pihaknya dengan segala cara dan bervariasi tergantung kepada karakter wajib pajak yang ditangani. "Penggalian potensi, dilakukan dengan mengikuti perkembangan usaha dari setiap wajib pajak," tutupnya.Untungnya, wajib pajak besar di Jakarta Khusus dan KPP Madya tingkat kepatuhannya sudah relatif tinggi seperti KPP PMB. Namun, Riza bilang, sebagian besar masalah yang muncul di Kanwil DJP Jakarta Khusus adalah mengenai perbedaan penafsiran peraturan perpajakan di kalangan wajib pajak sehingga mempengaruhi pelaksanaan kewajiban. "Misalnya, seharusnya dipotong pajak tapi tidak dipotong, atau seharusnya dipotong 5%, ini cuma dipotong 2%. Jadi masalah yang dihadapi bukan masalah tidak patuh," jelasnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News