KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktorat Jenderal (Dirjen) Pajak akan kehilangan potensi penerimaan sebesar Rp 20 triliun di tahun ini. Hal tersebut lantaran adanya relaksasi penurunan tarif pajak penghasilan (PPh) badan yang mulai berlaku sejak masa pajak April 2020. Tahun ini PPh badan turun dari 25% menjadi 22%, sementara untuk perusahaan yang memperdagangkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan memenuhi syarat pengurangan tarif pajak mendapatkan tarif baru yakni 19%. Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-08/PJ/2020 tentang Penghitubgab Angsuran Pajak Penghasilan dengan Penyesuaian Tarif Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan. PER-Dirjen Pajak ini ditetapkan pada 21 April 2020.
Di dalamnya menyebutkan untuk wajib pajak dalam negeri berbentuk perseroan terbuka, dengan jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan pada bursa efek di Indonesia paling sedikit 40%, dan memenuhi persyaratan tertentu, maka dapat memperoleh tarif sebesar 3% lebih rendah dari tarif PPh badan. Baca Juga: Meski defisit bertambah, Sri Mulyani masih berharap ekonomi tumbuh 2,3% Beleid ini sebagai aturan turunan dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease (Covid-19) yang kini menjadi Undang Undang. Dus, wajib pajak tidak perlu lagi menunggu Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Perpajakan diundangkan. Direktur Pelayanan, Penyuluhan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Hestu Yoga Saksama mengatakan, shortfall pajak di tahun ini memang tidak bisa dihindari lantaran penyesuaian tarif tersebut. “Apalagi insetif ini berlaku untuk seluruh wajib pajak badan yang melakukan pembayaran angsuran PPh Pasal 25 tiap masa pajaknya,” kata dia kepada Kontan.co.id, Selasa (19/5).