KONTAN.CO.ID - SINGAPURA. Penerimaan pajak sepanjang Januari-Juli 2019 tercatat shortfall yang hanya mencapai Rp 705,7 triliun. Angka tersebut masih jauh di bawah outlook penerimaan pajak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019, yakni baru 44,73% dari target penerimaan Rp 1.577,56 triliun. Meski penerimaan pajak nelangsa, pemerintah nampaknya masih optimistis mencapai target akhir tahun ini. Direktorat Jendral Pajak (DJP) mengaku akan menggenjot potensi penerimaan dengan meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak (WP). Baca Juga: Ini tanggapan pengamat soal rencana penerbitan Perpres kelistrikan yang baru
Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas Direktorat Jenderal Pajak Hestu Yoga Saksama mengatakan dalam program reformasi perpajakan tahun 2019, pembenahan sistem Informasi dan Teknologi (IT) dan basis data merupakan pilar utama. Oleh karena itu, DJP berharap Direktorat Jendral Informasi Perpajakan (DJIP) bisa optimal mengolah dan menganalisis data. Kata Hestu, pihaknya telah mengembangkan berbagai metode dengan risiko kepatuhan para WP, seperti compliance risk management (CRM) dan data analitis, yang akan memetakan dan menentukan prioritas pengawasan dan penegakan hukum sesuai tingkat risiko kepatuhannya. Di sisi lain, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) mengkritisi kinerja sistem pertukaran data dan informasi perpajakan internasional atau automatic exchange of information (AEOI) belum maksimal. Namun, maklum direktorat jenderal yang membawahinya baru dirilis sekitar dua bulan lalu. Baca Juga: Ini alasan Ditjen Pajak berikan fasilitas pajak untuk industri migas Hestu menilai, data perpajakan baik data internal maupun eksternal, seperti data keuangan atau AEOI dan data instansi, lembaga pemerintahan, asosiasi dan berbagai pihak lainnya (ILAP) terus diupayakan menuai hasil. “Keduanya adalah basis data untuk dikelola, untuk selanjutnya dimanfaatkan dalam berbagai kegiatan pembinaan, pengawasan, pemeriksaan, penagihan, dan penegakan hukum lainnya,” kata Hestu kepada Kontan.co.id, Minggu (1/9).