Penerimaan pajak sampai September baru 53%



ANYER. Walau kuartal III telah berlalu, namun realisasi penerimaan pajak baru mencapai Rp 686,27 triliun atau sekitar 53,02% dari target penerimaan pajak di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2015 yang sebesar Rp 1.294,26 triliun.

Pencapaian ini minus 0,26% dibandingkan dengan realisasi periode yang sama 2014.

Data Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) menunjukkan, per akhir September 2015, hanya PPh nonmigas yang masih menunjukkan pertumbuhan penerimaan sebesar 8,65% dibandingkan tahun lalu.


Sedangkan jenis pajak lain, yakni Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM), dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) turun atau minus.

Walau target masih jauh, namun Ditjen Pajak masih optimis, kekurangan atau shortfall penerimaan pajak pada tahun ini tidak lebih dari Rp 120 triliun saja.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) Ditjen Pajak Mekar Satria Utama mengatakan, optimisme tersebut didasari oleh masih banyaknya potensi penerimaan pajak dalam tiga bulan terakhir tahun ini.

Diantaranya, program revaluasi aset dan kebijakan reinventing policy.

Juga  langkah optimalisasi penerimaan dari penanganan faktur pajak fiktif, penyidikan kasus hukum perpajakan  dengan  sandera badan, optimalisasi dan ekstensifikasi pajak.

"Hingga September, dari reinventing policy Rp 42 triliun-Rp 45 triliun, dan ekstensifikasi Rp 10 triliun," katanya, Kamis (8/10)

Pajak revaluasi aset

Terkait program revaluasi aset, Mekar mengatakan, Kemkeu masih menggodok revisi beleid Pajak Penghasilan (PPh) final atas wajib pajak badan yang melakukan revaluasi aset aktiva tetap.

Dalam revisi itu, Kemkeu akan mengubah  formula tarif pajak baru yang timbul atas selisih aset yang telah direvaluasi.

Dalam revisi, pemerintah berencana membedakan besaran tarif pajak berdasarkan waktu pengajuan revaluasi aset.

Mekar bilang, besaran tarif pajak akan naik bertingkat atau gradual dengan tarif terendah sebesar 3%, lebih rendah dari rencana semula 5%.

Saat ini, melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 79/PMK.03/2008, tarif PPh final revaluasi aset 10%.

Aturan terbaru, jika pengajuan revaluasi dilakukan pada November-Desember 2015, tarif pajaknya  3%.

Pada Januari hingga Juni 2016 naik menjadi 4%, dan Juli hingga Desember 2016 menjadi 5%.

Ketentuan ini rencananya juga akan diberikan bagi seluruh perusahaan, baik milik negara (BUMN) maupun swasta.

Penurunan tarif pajak dilakukan agar perusahaan lebih tertarik melakukan revaluasi aset.

Maklum dengan pajak yang tinggi, saat ini hanya PT PLN yang tertarik. Revisi PMK akan rampung dalam waktu satu hingga dua minggu ke depan dengan potensi penerimaan Rp 10 triliun.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis Yustinus Prastowo menyatakan, rencana pemerintah menetapkan tarif pajak gradual atas revaluasi aset cukup baik.

Namun pemerintah perlu memberikan kemudahan dengan mencicil pembayaran pajak sesuai dengan cash flow perusahaan.

Namun, menurut Yustinus, pemberian insentif pajak  revaluasi aset, tidak akan menambah penerimaan pajak tahun ini secara signifikan.

Dia memroyeksi walau ada upaya ekstra dari Ditjen Pajak, target penerimaan pajak tahun ini akan sulit tercapai.

Bahkan Yustinus memprediksi, shortfall pajak tahun ini mencapai Rp 240 triliun.                   

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Adi Wikanto