Penerimaan pajak terancam tidak mencapai target, Kemenkeu lakukan extra effort



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penerimaan pajak terancam tidak akan mencapai target. Untuk itu Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menggerahkan upaya extra effort menggali pos-pos penerimaan pajak.

Staf Ahli Bidang Kebijakan Penerimaan Negara Kemenkeu Robert Leonard Marbun mengatakan saat ini pemerintah tengah membangun iklim compliance dalam pemeriksaan pajak, berkoordinasi dengan seluruh layer Kantor Pelayanan Pajak (KPP).

Baca Juga: Tak lagi bakar uang, kini E-commerce bisa mencatat laba


Leo menerangkan Kemenkeu lewat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan melakukan pengawasan sampai penagihan kepada Wajib Pajak (WP). Misalnya WP Badan akan ditinjau dari sisi laporan keuangan yang diterima DJP, kemudian akan disamakan dengan data kepatuhan pajak bila terbukti belum tertib barulah akan dilakukan tindak lanjut.

Selain itu, Leo mengaku siklus penerimaan pajak menunjukkan pada November-Desember terjadi peningkatan pembayaran Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPH) serta Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Sehingga, inilah tren akhir tahun membuat pemerintah masih merasa optimistis bisa kejar penerimaan pajak di sisa waktu dua bulan ke depan. Namun, pihaknya mengaku tidak akan memojokkan WP, misalnya dengan memperketat restitusi. Sebab, hal tersebut akan mengganggu cashflow perusahaan.

Baca Juga: Shortfall pajak melebar, pemerintah perlu evaluasi target penerimaan tahun depan

“Prudent yang bisa diperiksa dan tindak lanjut ke WP yang bersangkutan. Karena kami tidak mau mengganggu distorsi ke ekonominya kalau terlalu meneken, harus jaga juga momentum keseimbangan antara penerimaan dan pertumbuhan,” kata Leo kepada Kontan.co.id, Jumat (25/10). 

Leo menambahkan secara keseluruhan penerimaan negara juga akan naik terbantu dari penerimaan cukai. Menurutnya dengan diberlakukannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 152/PMK.010/2019 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau akan ada peningkatan pembelian pita cukai rokok dengan batas yang telah ditentukan.

Di sisi lain, setoran pajak dalam sembilan bulan ke belakang ini tampaknya masih tipis. Sehingga potensi shortfall kemungkinan kian melebar dari target pemerintah sebelumnya.

Baca Juga: Hingga September, pertumbuhan penerimaan pajak stagnan

Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu Lucky Alfirman menyampaikan penerimaan pajak sampai dengan September belum moncer.

“Realisasi penerimaan pajak, pertumbuhannya tidak berbeda jauh dari bulan September. Masih di sekitar itu tumbuhnya,” kata Lucky dalam press briefing Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019, Jumat (25/10).

Sayangnya, Lucky tidak bisa membeberkan berapa realisasi penerimaan pajak sampai dengan akhir September. Bila berkaca pada akhir September, penerimaan pajak hanya tumbuh 0,21% jauh dari target sebesar 19% atau hanya sebesar Rp 801,16 triliun.

Baca Juga: Honda siapkan strategi hadapi kebijakan PPnBM baru

Sementara itu, Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Darussalam mengatakan DJP harus mengejar compliance risk management yang tertera dalam SE-24/PJ/2019. Terutama terhadap kelompok wajib pajak yang mempunyai niat untuk tidak patuh.

Darussalam menambahkan, seyogyanya pemerintah tidak hanya menjalankan cara-cara lama dalam extra effort penerimaan pajak. Namun juga mengeksekusi gagasan Automatic Exchange of Information (AEoI) yang sudah berjalan sejak September 2018, tapi efektivitasnya dirasa belum manjur.

“Eksekusi pertukaran informasi keuangan untuk menentukan basis data pengampunan pajak, dan akses informasi keuangan untuk tujuan mengawasi kepatuhan terutama dari WP Orang Pribadi (OP),” kata Darussalam kepada Kontan.co.id, Minggu (27/10).

Baca Juga: Tren penurunan suku bunga berlanjut, reksadana terproteksi bisa jadi pilihan

Darussalam tidak memungkiri jika pemerintah kurang sigap melakukan extra effort di tengah tren pertumbuhan penurunan setoran pajak, potensi shortfall bisa melebihi hingga Rp 150-Rp 180 triliun di akhir 2019, atau lebih tinggi daripada target pemerintah di level Rp 140 triliun.

“Adanya risiko shortfall yang kian melebar jangan disikapi secara agresif tapi tetap dalam kerangka peraturan perundang-undangan yang berlaku serta menjamin kepastian sistem pajak biar selaras dengan upaya relaksasi,” ujar Darussalam.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto