JAKARTA. Niat Pemerintah membantu operator televisi berbayar di daerah agar bisa segera melepas predikat ilegal tampaknya tidak akan berjalan mulus. Penertiban itu terganjal banyak hambatan. Pertama, Pemerintah masih belum memiliki data yang akurat soal jumlah operator televisi berbayar daerah. Bahkan, Asosiasi Pengusaha TV Kabel Indonesia (Aptekindo) yang menaungi TV kabel daerah juga tidak punya data pasti. "Kami hanya bisa bilang perwakilan kami ada di 25 provinsi di Indonesia," kata Hery Prasetyo, Ketua Umum Aptekindo, Senin (10/8).Kedua, sebagian besar operator TV kabel yang ada di daerah tidak berbadan hukum, misalnya usaha mereka belum berbentuk perseroan terbatas (PT). Alhasil, mereka akan kesulitan mengurus Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP). "Padahal syarat sebuah lembaga penyiaran berlangganan sesuai Peraturan Pemerintah (PP) 52/2005 haruslah berbadan hukum," kata Direktur Usaha Penyiaran Dirjen Sarana Komunikasi dan Desiminasi Informasi (SKDI) Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo) Bambang Subiantoro.Ada beberapa hal yang menyebabkan penyelenggara televisi berbayar di daerah belum membentuk badan hukum. Misalnya, banyak di antara mereka mengaku tidak mengetahui ketentuan itu.Selain itu, banyak penyelenggara televisi berbayar di daerah yang skala bisnisnya kecil. "Ada yang jumlah pelanggannya tidak sampai seratus," ungkap Hery. Karena itu mereka beranggapan tak perlu menjadi badan hukum. Mereka juga beranggapan biaya mendirikan PT terlalu mahal. Pengusaha TV kabel di daerah juga belum mengerti ketentuan perizinan penyelenggaraan siaran televisi berbayar. Akibatnya, banyak penyelenggara TV kabel daerah mengantongi variasi izin yang tidak lazim. "Ada yang punya izin resmi dari Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID), tapi ada juga yang izinnya dari pemerintah daerah, bahkan sekadar izin RT atau RW," kata Bambang. Konsolidasi
Penertiban TV Kabel di Daerah Hadapi Hambatan
JAKARTA. Niat Pemerintah membantu operator televisi berbayar di daerah agar bisa segera melepas predikat ilegal tampaknya tidak akan berjalan mulus. Penertiban itu terganjal banyak hambatan. Pertama, Pemerintah masih belum memiliki data yang akurat soal jumlah operator televisi berbayar daerah. Bahkan, Asosiasi Pengusaha TV Kabel Indonesia (Aptekindo) yang menaungi TV kabel daerah juga tidak punya data pasti. "Kami hanya bisa bilang perwakilan kami ada di 25 provinsi di Indonesia," kata Hery Prasetyo, Ketua Umum Aptekindo, Senin (10/8).Kedua, sebagian besar operator TV kabel yang ada di daerah tidak berbadan hukum, misalnya usaha mereka belum berbentuk perseroan terbatas (PT). Alhasil, mereka akan kesulitan mengurus Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP). "Padahal syarat sebuah lembaga penyiaran berlangganan sesuai Peraturan Pemerintah (PP) 52/2005 haruslah berbadan hukum," kata Direktur Usaha Penyiaran Dirjen Sarana Komunikasi dan Desiminasi Informasi (SKDI) Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo) Bambang Subiantoro.Ada beberapa hal yang menyebabkan penyelenggara televisi berbayar di daerah belum membentuk badan hukum. Misalnya, banyak di antara mereka mengaku tidak mengetahui ketentuan itu.Selain itu, banyak penyelenggara televisi berbayar di daerah yang skala bisnisnya kecil. "Ada yang jumlah pelanggannya tidak sampai seratus," ungkap Hery. Karena itu mereka beranggapan tak perlu menjadi badan hukum. Mereka juga beranggapan biaya mendirikan PT terlalu mahal. Pengusaha TV kabel di daerah juga belum mengerti ketentuan perizinan penyelenggaraan siaran televisi berbayar. Akibatnya, banyak penyelenggara TV kabel daerah mengantongi variasi izin yang tidak lazim. "Ada yang punya izin resmi dari Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID), tapi ada juga yang izinnya dari pemerintah daerah, bahkan sekadar izin RT atau RW," kata Bambang. Konsolidasi