Penetapan Biaya Online Trading Terhambat Data



JAKARTA. Penetapan batas terendah dalam pemungutan biaya penggunaan fasilitas online trading tampaknya sulit terwujud. Sebab, tim pengkaji bentukan Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia mengaku kesulitan menghitung penetapan biaya itu berdasarkan kinerja keuangan para penyedia fasilitas itu.Ketua Tim Pengkaji Jimmy Nyo mengatakan pihaknya belum menerima seluruh data mengenai pendapatan dan pengeluaran broker dari Bursa Efek Indonesia (BEI) hingga saat ini. "Kami sudah mengajukan permintaan ke BEI. Tapi hingga saat ini, kami belum terima seluruh datanya," ujar Jimmy.Padahal, Jimmy yang juga Direktur PT BNI Securities mengatakan tim pengkaji bukan meminta data kinerja keuangan seluruh broker melainkan hanya perusahaan yang fokus dalam berbisnis perantara dagang saja khususnya yang sudah menyediakan fasilitas online trading.Saat ini, tim pengkaji baru mengantongi metode perhitungan batas terendah biaya berdasarkan perbandingan beberapa negara di kawasan regional. Tim APEI ini sempat menyebutkan tarifnya sebesar 0,12% atau tiga kali dari biaya transaksi sebesar 0,04% yang ditetapkan BEI. Metode itu merupakan median dari pemberlakuan di kawasan regional yang menggunakan fee online trading berkisar antara 2,6 kali sampai 6 kali dari biaya transaksi ke bursa. "Tapi itu fee transaksi inti saja. Kalau ditambah leavy dan biaya lainnya, nett-nya sekitar 0,175%," terang Jimmy. Rinciannya, tarif sebesar 0,12% ditambah dengan biaya penjaminan sebesar 0,04%. Kemudian ditambah pula biaya leavy sebesar 0,03%, yang merupakan akumulasi kutipan jasa dari para Self Regulatory Organization\'s (SRO\'s). Yakni BEI, Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) dan Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI), masing-masing 0,01%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Edy Can