Pengacara bantah Anggoro disebut melarikan diri



JAKARTA. Tersangka kasus dugaan pemberian suap terkait proyek Sistem Komunikasi Radior Terpadu (SKRT) di Kementerian Kehutanan Anggoro Wodjojo, melalui kuasa hukumnya Tomson Situmeang membantah melarikan diri terkait kasus yang menjeratnya tersebut.

Sejak 2009 ditetapkan sebagai tersangka, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru berhasil menangkap Anggoro pada Rabu (29/1) lalu.

"Itu manusiawi. Dia bukan lari. Ini klarifikasi bukan lari," kata Tomson kepada wartawan di Kantor KPK, Jakarta, Senin (3/2).


Tomson menjelaskan, pada saat penggeledahan di perusahaan milik Anggoro, PT Masaro Radiokom pada 29 Juli 2008 silam, kliennya sedang tak berada di Indonesia.

Anggoro, kata Tomson, sejak 26 Juli 2008 telah berada di Singapura. "Dia tanggal 26 juli berada di Singapura mengantar istrinya berobat. Tanggal 29 ada penggeledahan dia kaget," ujar Tomson.

Menurut Tomson, kala itu penggeledahan yang dilakukan KPK terkait kasus korupsi Tanjung Api-Api. Menurutnya, Anggoro merasa penggeledahan tersebut tak ada kaitannya dengan dia dan PT Masaro Radiokom.

Oleh karena itu, Anggoro berdiam di Singapura sambil menunggu perkembangan dari penggeledahan tersebut. Kemudian, pada 22 Agustus 2008, KPK melakukan pencegahan terhadap Anggoro.

"Tiba-tiba dia dicegah pada Agustus (2008). Setelah dicegah dia enggak pulang lagi. 'Saya kalau pulang enggak bisa pulang lagi'," kata Tomson sambil menirukan ucapan Anggoro.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto menjelaskan bahwa pihaknya telah menetapkan Anggoro sebagai tersangka dalam kasus tersebut melalui Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) tanggal 19 Juni 2009. Kemudian KPK melakukan pemanggilan pertama pada 26 Juni 2009 dan pemanggilan kedua tanggal 29 Juni 2009. Namun Anggoro mangkir dari kedua pemeriksaan tersebut.

"Kemudian ditetapkan dalam DPO (Daftar Pencarian Orang) tanggal 17 Juli 2009. Dan sejak saat itu KPK terus melakukan pelacakan terhadap tersanka AW (Anggoro Widjojo)," kata Bambang kepada wartawan, Kamis (30/1) malam.

Terkait kasus tersebut, PT Masaro Radiokom merupakan rekanan Departemen Kehutanan dalam pengadaan SKRT yang telah berjalan lama. Pada pengadaan 2007, PT Masaro melalui Anggoro diduga melakukan pendekatan dan memberikan fee kepada pejabat di Departemen Kehutanan untukĀ  meloloskan pengajuan anggaran revitalisasi SKRT.

Selanjutnya, Departemen Kehutanan juga mengajukan usulan persetujuan pagu anggaran untuk 69 program gerakan revitalisasi hutan.

Dari 69 program tersebut, di dalamnya terdapat program revitalisasi SKRT yang nilainya mencapai Rp 180 miliar. Kemudian, usulan tersebut pun diajukan kepada Komisi IV DPR RI.

"Diduga, Anggoro juga sudah memberikan sejumlah uang kepada anggota DPR RI Komisi IV selain pejabat Departemen Kehutanan," kata Bambang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan