JAKARTA. Kuasa hukum Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, Ismail Maqdir mempertanyakan penyitaan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap kendaraan-kendaraan yang dimiliki kliennya. Maqdir menyebut KPK belum memiliki bukti yang cukup jelas dalam melakukan penyitaan tersebut. "Belum memiliki bukti yang jelas. Misalnya mereka katakan lebih pada kegiatan 2011-2012 (dugaan korupsi proyek pengadan alat kesehatan). Nah kalau dari yang saya lihat barang-barang yang disita itu juga adalah barang tahun 2008, dibeli 2010, apa kaitannya?," kata Maqdir kepada wartawan di Kantor KPK, Jakarta, Selasa (28/1). Seperti diketahui, Wawan ditetakan sebagai tersangka dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). KPK menjerat Wawan dengan dua undang-undang sekaligus, yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002. Dengan dijeratnya Wawan dengan dua undang-undang tersebut, KPK dapat melakukan penyitaan terhadap harta Wawan yang diduga berasal dari hasil korupsi sebelum tahun 2010.
Pengacara: KPK belum punya bukti sita aset Wawan
JAKARTA. Kuasa hukum Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, Ismail Maqdir mempertanyakan penyitaan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap kendaraan-kendaraan yang dimiliki kliennya. Maqdir menyebut KPK belum memiliki bukti yang cukup jelas dalam melakukan penyitaan tersebut. "Belum memiliki bukti yang jelas. Misalnya mereka katakan lebih pada kegiatan 2011-2012 (dugaan korupsi proyek pengadan alat kesehatan). Nah kalau dari yang saya lihat barang-barang yang disita itu juga adalah barang tahun 2008, dibeli 2010, apa kaitannya?," kata Maqdir kepada wartawan di Kantor KPK, Jakarta, Selasa (28/1). Seperti diketahui, Wawan ditetakan sebagai tersangka dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). KPK menjerat Wawan dengan dua undang-undang sekaligus, yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002. Dengan dijeratnya Wawan dengan dua undang-undang tersebut, KPK dapat melakukan penyitaan terhadap harta Wawan yang diduga berasal dari hasil korupsi sebelum tahun 2010.