KONTAN.CO.ID - HONG KONG. Pengadilan Hong Kong memerintahkan China Evergrande Group untuk melakukan likuidasi, demi mengatasi krisis pasar keuangan China. Melansir Reuters, Senin (29/1), perdagangan saham China Evergrande, China Evergrande New Energy Vihicle Group dan Evergrande Property Services dihentikan. Beberapa pengamat ekonomi China memberikan pandangannya mengenai hal ini. Mitra Restrukturisasi Ashurst, Lance Jiang mengatakan likuidator punya kewenangan yang sangat terbatas untuk mencairkan aset-aset apabila ia tak memperoleh pengakuan dari pengadilan China.
“Jika Evergrande dimasukkan ke dalam administrasi kepailitan oleh pengadilan RRT, investor internasional perlu melihat apakah administrator yang ditunjuk oleh pengadilan RRT dapat bekerja sama dengan likuidator yang ditunjuk oleh pengadilan Hong Kong untuk mencapai restrukturisasi atau likuidasi Evergrande yang transparan, kooperatif, dan adil,” ujarnya.
Baca Juga: Kreditur Evergrande Mengajukan Piutangnya Ditukar Menjadi Saham Pengendali Wakil Direktur Riset China dari Gavekal Dragonomics, Chris Beddor menyatakan Evergrande adalah kasus yang unik bahwasannya para pengembang properti belum membaik signifikan dalam beberapa bulan terakhir. Faktanya, kata dia, industri ini terus memburuk terlihat dari pendapatan penjualan. “Ada juga mekanisme transmisi yang cukup jelas tentang bagaimana hal ini berdampak sentimen pembeli rumah. Masyarakat masih enggan untuk membeli rumah yang dijual oleh pengembang yang bermasalah, ini terlihat di dalam data,” terangnya. Peneliti Senior KT Capital Group Fern Wang mengungkapkan keputusan likuidasi Evergrande seharusnya tak menghalangi pengembang properti bermasalah lainnya untuk mencapai kesepakatan dengan para kreditur. “Para pengembang hanya perlu menunjukkan bahwa bersedia bekerja sama dengan para kreditur untuk menghasilkan rencana restrukturisasi yang adil dan layak,” imbuhnya. Wang menuturkan, para investor harus melihat setiap pengembang dari kasus per kasus. Persoalan Evergrande lebih rumit daripada pegembang lainnya karena sang pendiri Hui Ka Yan ditahan dan anak perusahaannya, China Hengda Real Estate Group sedang diselidiki. “Penyelidikan ini telah menghalangi perusahaan untuk menerbitkan utang baru dan membatasi kemampuannya untuk mencapai kesepakatan dengan para krediturnya,” tuturnya. Dia bilang, Hui kemungkinan besar telah mencairkan sejumlah aset kepada istrinya, hal ini menimbulkan pertanyaan apakah bisa mendukung perusahaan. "Harapan pemulihan menjadi suram mengingat utang perusahaan yang besar dan posisi subordinasi yang sering kali bersifat struktural dari para kreditur luar negeri. Obligasi Evergrande saat ini diperdagangkan dengan harga kurang dari 2 sen per dolar," tandasnya. Pimpinan Kepailitan Global Deloitte, Derek Lai menyebut likuidator perusahaan induk di Hong Kong sebagai pemegang saham dapat mencoba mengambil kendali atas aset-aset di luar negeri dengan mengganti perwakilan hukum dari anak perusahaan di luar negeri. Namun, ini memakan waktu yang lama.
Baca Juga: Kreditur Evergrande Mengajukan Piutangnya Ditukar Menjadi Saham Pengendali "Kasus Evergrande jauh lebih rumit. Meskipun grup ini memiliki banyak aset di daratan China, tidak mudah bagi likuidator luar negeri untuk mengambil alih aset-aset tersebut secara langsung,” sebutnya. Derek mengatakan, bila likuidasi terjadi risiko terbesar bagi kreditur mungkin tidak mendapatkan persentase pengembalian yang tinggi, dibandingkan dengan total utang mereka. Untuk diketahui, Evergrande gagal membayar utang luar negeri pada akhir tahun 2021 ini menjadi simbol krisis utang yang melanda sektor properti China.
Evergrande yang merupakan salah satu pegembang properti tersebut memiliki utang terbesar di dunia yang mencapai US$ 300 miliar dan punya aset sebesar US$ 240 miliar. Permohonan likuidasi Evergrande pertama kali diajukan pada Juni 2022 oleh Top Shine salah satu investornya. Diketahui bahwa perusahaan tersebut gagal memenuhi perjanjian untuk membeli kembali (buy back) saham yang telah dibeli oleh Top Shine salah satu anak perusahaannya. Sepanjang dua tahun terakhir Evergrande telah mengerjakan rencana perubahan utang senilai US$ 23 miliar. Namun hal ini gagal terealisasi sebab sang pendiri tengah diselidiki atas dugaan tindak kriminal. Salah satu Kelompok pemegang obligasi Evergrande ad hoc dikabarkan berpihak pada perusahaan dan menentang permohonan likuidasi hingga sidang terakhir di awal Desember.
Editor: Herlina Kartika Dewi