KONTAN.CO.ID - PARIS. Putusan pengadilan tertinggi Uni Eropa pada Jumat menyatakan bahwa beberapa aturan FIFA mengenai transfer pemain bertentangan dengan hukum Uni Eropa dan prinsip kebebasan bergerak. Keputusan ini berpotensi memudahkan pemain untuk menemukan klub baru setelah kontrak mereka diakhiri. Aturan FIFA mengenai Status dan Transfer Pemain (RSTP) menyatakan bahwa pemain yang mengakhiri kontrak sebelum waktunya "tanpa alasan yang sah" bertanggung jawab untuk membayar kompensasi kepada klub, dan klub baru yang menerima pemain tersebut juga akan bertanggung jawab bersama untuk membayar kompensasi. Pengadilan Eropa (CJEU) dalam putusannya yang berkaitan dengan kasus mantan pemain Prancis, Lassana Diarra, menyatakan bahwa ketentuan tersebut adalah ilegal. Pengadilan menekankan bahwa aturan tersebut menghalangi kebebasan gerak pemain sepak bola profesional yang ingin mengembangkan karier mereka dengan bergabung ke klub baru.
Baca Juga: FIFA Menolak Coret Israel dari Anggota Sepak Bola Dunia "Aturan yang dipertanyakan dapat menghalangi pergerakan pemain sepak bola profesional yang ingin bekerja di klub baru," kata CJEU yang berbasis di Luksemburg. "Aturan ini memunculkan risiko hukum yang besar, risiko finansial yang tidak terduga dan berpotensi sangat tinggi, serta risiko olahraga yang signifikan bagi pemain dan klub yang ingin mempekerjakan mereka," tambahnya. Pada tahun 2014, Diarra meninggalkan Lokomotiv Moskow setahun setelah menandatangani kontrak selama empat tahun. Klub tersebut membawa kasusnya ke Pengadilan Resolusi Sengketa FIFA, mengklaim bahwa Diarra melanggar aturan setelah mengakhiri kontrak tanpa alasan yang sah akibat pemotongan gaji. Diarra mendapatkan tawaran untuk bergabung dengan klub Belgia, Charleroi, namun klub tersebut membatalkan tawaran setelah FIFA menolak untuk menandatangani Sertifikat Transfer Internasional (ITC), yang menghalangi Diarra untuk terdaftar di federasi Belgia. Pada tahun 2015, FIFA memerintahkan Diarra untuk membayar 10 juta euro (US$11,05 juta) sebagai ganti rugi kepada Lokomotiv, yang membuatnya menggugat FIFA dan federasi Belgia di pengadilan lokal.
Baca Juga: FIFA akan Mempertimbangkan Sanksi Terhadap Israel Putusan CJEU ini juga dapat mendorong pemain lain yang terdampak oleh regulasi FIFA, seperti Diarra, untuk mencari ganti rugi. "Semua pemain profesional terpengaruh oleh aturan ilegal ini (yang berlaku sejak 2001) dan kini dapat mencari kompensasi atas kerugian mereka," kata pengacara Diarra, Jean-Louis Dupont dan Martin Hissel. Dupont menambahkan bahwa sistem transfer secara keseluruhan akan berubah dengan putusan pengadilan. "Imunitas FIFA sudah berakhir; akan ada perubahan signifikan dalam tata kelola sepak bola setelah putusan pengadilan Uni Eropa ini," kata Dupont. FIFA menyatakan bahwa mereka "puas" dengan keputusan tersebut yang masih mempertahankan prinsip-prinsip utama dari sistem transfer. FIFA akan menganalisis keputusan tersebut bersama para pemangku kepentingan lainnya sebelum memberikan komentar lebih lanjut. Organisasi serikat pemain internasional, FIFPRO, menyambut baik temuan ini, menyebutnya sebagai keputusan penting terkait regulasi pasar tenaga kerja yang akan mengubah lanskap sepak bola profesional. Martin Terrier, direktur FIFPRO Eropa, menyatakan bahwa meskipun mereka senang untuk Diarra, dia bukanlah satu-satunya korban. Putusan ini dapat mengakibatkan pengurangan biaya transfer dan memberikan lebih banyak kekuatan ekonomi bagi pemain.
Ian Giles, kepala antitrust dan kompetisi di firma hukum Norton Rose Fulbright, menyebutkan bahwa mungkin saja pemain kini merasa lebih bebas untuk mengakhiri kontrak dan bergabung dengan klub baru tanpa risiko ditahan oleh klub penjual yang meminta biaya transfer signifikan.
Baca Juga: Aturan FIFA Terkait Transfer Pemain Menuali Kritikan Namun, dalam jangka panjang, situasi harus distabilkan untuk memungkinkan klub tetap layak secara ekonomi. Klub-klub kecil yang bergantung pada biaya transfer untuk mengembangkan talenta mungkin akan menjadi pihak yang dirugikan dalam konteks ini. Dalam hal kebebasan bergerak, CJEU mengakui bahwa mungkin ada alasan kepentingan publik untuk mempertahankan stabilitas skuad, tetapi aturan saat ini dianggap melebihi apa yang diperlukan.
Editor: Handoyo .