Pengadilan Tolak Gugatan Penggabungan Ganti Rugi Korban KSP Indosurya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Persidangan kasus penipuan dan penggelapan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya berlanjut. Terbaru, pada persidangan, Selasa (20/12), majelis hakim telah membacakan dua penetapan. Pertama, menolak pengajuan gugatan penggabungan ganti kerugian yang diajukan 896 orang korban KSP Indosurya.

Kedua, majelis hakim juga menolak jaksa penuntut umum (JPU) untuk melakukan penyitaan terhadap aset barang tidak bergerak milik KSP Indosurya.

Imbas dua penetapan dari majelis hakim tersebut, kuasa hukum 896 korban KSP Indosurya menilai, persidangan kasus penuh kejanggalan.


Kuasa Hukum dari Visi Law Office Febri Diansyah mengatakan, alih-alih membela hak-hak korban, majelis hakim justru menutup pintu terhadap upaya menuntut keadilan dari 896 orang korban KSP Indosurya yang sebelumnya telah mengajukan penggabungan gugatan ganti kerugian.

Febri menuturkan, ada tiga keganjilan. Di antaranya, majelis hakim menolak pengajuan penggabungan gugatan ganti kerugian yang diajukan oleh para korban. Penolakan itu dengan alasan gugatan yang diajukan oleh para korban tidak mewakili seluruh korban dan jangka waktu pemeriksaan perkara pidana yang  singkat.

"Alasan penolakan majelis hakim ini dirasa ganjil dan memuat pertentangan, serta tidak berdasar secara hukum," kata Febri.

Baca Juga: Korban KSP Indosurya Ajukan Gugatan Penggabungan Ganti Rugi, Ini Alasannya

Menurut Febri, pengumpulan data korban yang mencapai jumlah 23.000 orang dari berbagai wilayah, jelas tidak dapat dilakukan dalam waktu singkat.

Di sisi lain, hal ini justru bertentangan dengan alasan lain dari majelis hakim, yakni jangka waktu pemeriksaan pidana singkat. Sehingga, sangat tidak mungkin keseluruhan korban dengan jumlah tersebut secara bersamaan untuk mengajukan suatu gugatan ganti kerugian dalam jangka waktu pemeriksaan perkara pidana yang singkat.

Kedua, Febri bilang pada prinsipnya Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) telah memberikan jaminan dan hak kepada setiap korban yang mengalami kerugian akibat suatu tindak pidana untuk dapat mengajukan penggabungan perkara gugatan ganti kerugian.

Selain itu, kata Febri, gugatan juga telah secara tepat berdasarkan hukum diajukan sebelum penuntut umum membacakan tuntutan terhadap terdakwa.

Keganjilang selanjutnya, menurut Febri, majelis hakim melalui penetapannya, menolak permohonan JPU  untuk melakukan sita barang tidak bergerak yang diduga diperoleh dari perbuatan tindak pidana.

"Majelis hakim beralasan, barang tidak bergerak tersebut dapat disita kurator dalam proses kepailitan dan/atau PKPU yang sedang berjalan" ujar Febri.

Menurut Febri, alasan penetapan ini juga memuat keganjilan dan semakin merugikan serta mengabaikan nasib dan derita para korban, antara lain:

Pertama, penetapan majelis hakim ini memicu reaksi keras dari JPU  yang meminta majelis hakim memperjelas dan merinci barang tidak bergerak yang dimaksud majelis hakim tersebut.

JPU juga meminta majelis hakim untuk menunjukkan bukti bahwa barang tidak bergerak tersebut memang digunakan untuk proses kepailitan dan/atau PKPU. Sebab pada faktanya, upaya permohonan kepailitan KSP Indosurya telah ditolak pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung, sehingga proses kepailitan termasuk penyitaan oleh kurator tidak terjadi.

Kedua, akibat penetapan ini, keberadaan dan kedudukan aset-aset yang seharusnya dapat digunakan sebagai bagian dari upaya pemulihan para korban, menjadi tidak terang dan kabur.

Dalam berbagai kesempatan, JPU secara berulang kali telah menekankan bahwa penyitaan barang tersebut semata-semata dilakukan untuk pemulihan kerugian yang telah dialami oleh korban.

Sebelumnya, upaya JPU untuk mengajukan sita tambahan juga tidak dikabulkan majelis hakim sejak awal.

Sementara itu, keganjilan terakhir yaitu terdakwa tidak hadir secara langsung di persidangan. Sebelumnya JPU telah mengajukan permohonan secara lisan dan tulisan untuk menghadirkan terdakwa secara langsung di persidangan.

Febri menyebut, majelis hakim justru tampak gugup dan terkesan tetap berupaya persidangan secara online tanpa dasar yang jelas. Hal ini tentu kontras dengan pemeriksaan terhadap saksi dan ahli yang dilakukan secara offline.

"Namun, kami patut memberikan apresiasi kepada jaksa yang terus berupaya menghadirkan terdakwa secara lansung di ruang sidang dan itu berhasil dilakukan pada persidangan hari ini," ujar Febri.

Dengan berbagai keganjilan dalam persidangan tersebut, puluhan korban yang memadati persidangan, tidak henti-hentinya berteriak mengingatkan majelis hakim untuk mengingat sumpah jabatannya yaitu untuk memberikan keadilan bagi para korban dan menunjukkan keberpihakan kepada Korban. Bukan terkesan berupaya berpihak dan melindungi pelaku kejahatan, tanpa memikirkan nasib para korban.

Menanggapi penetapan tersebut, para korban melalui kuasa hukumnya saat ini telah mengajukan permohonan perlindungan hukum kepada Ketua Mahkamah Agung dan akan mengambil tindakan atau upaya hukum lainnya guna memastikan setiap korban KSP Indosurya mendapatkan pemulihan hak-haknya.

Baca Juga: Sidang Investasi Bermasalah KSP Indosurya Berlangsung Ricuh

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat