Pengadilan tunda putusan swastanisasi air



JAKARTA. Putusan akhir gugatan swastanisasi air kembali ditunda untuk dua minggu ke depan oleh majelis hakim PN Jakarta Pusat. Penundaan kali ini dengan alasan adanya ketidakcocokan berkas jawaban beberapa pihak tergugat.

Ketua majelis hakim, Iim Nurohim di dalam sidang putusan mengakui pihaknya memiliki hambatan dalam menyusun putusan karena berkas jawaban yang diberikan oleh beberapa pihak tergugat dalam bentuk softcopy berbeda dengan berkas jawaban yang terdapat pada hardcopy. Perkara dengan No 527/PDT.G/2012/PN.JKT.PST yang diajukan oleh Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ) ini seyogyanya diputus pada Selasa (10/3).

"Majelis hakim belum dapat memutuskan perkara pada hari ini karena kami mengalami hambatan antara lain terkait jawaban para tergugat dalam bentuk softcopy. Berkas jawaban yang disampaikan ke majelis itu ternyata tidak sama dengan jawaban tertulis yang terdapat pada hardcopy. Makanya kami kesulitan dalam menyusun putusan," jelas Hakim Iin saat sidang putusan, Selasa (10/3).


Ia mengungkapkan tidak semua pihak tergugat salah dalam menyerahkan berkas jawaban. Hanya pihak dari Presiden RI sebagai tergugat, Wakil Presiden RI sebagai tergugat II, Kementerian Pekerjaan Umum (tergugat III), dan Kementerian Keuangan (tergugat IV). Sedangkan pihak tergugat VI yakni DPRD DKI Jakarta dikecualikan oleh majelis hakim karena tidak pernah menghadiri proses persidangan dari awal.

Selain pihak tergugat, Hakim Iim juga meminta kepada pihak KKMSAJ selaku penggugat untuk menyerahkan berkas gugatan yang terdapat perubahan di dalamnya. Para pihak tersebut diminta untuk segera menyerahkannya paling lambat dalam tiga hari.

"Tolong segera dilengkapi paling tidak dalam tiga hari ke depan. Untuk berkas jawaban tergugat VI dan VII serta turut tergugat I dan II tidak perlu diserahkan karena sudah sama softcopy dengan hardcopy. Hal ini penting karena bisa saja yang putusan ini diperiksa oleh pengadilan ditingkat banding dan selanjutnya," ujar hakim Iim.

Secara terpisah, kuasa hukum penggugat, Arif Maulana dari LBH Jakarta berharap penundaan ini memang disebabkan oleh hal teknis saja seperti ketidakcocokan berkas jawaban bukan menjadi kesempatan bagi pihak-pihak tertentu untuk bermain di luar koridor hukum.

"Saya pikir penundaan-penundaan ini lebih bersifat teknis. Kami berpikir bahwa tidak seharusnya putusan ditunda-tunda terlalu lama. Semoga penundaan ini bukan menjadi kesempatan untuk kemudian bermain di luar koridor hukum dan keadilan. Hakim harus bisa memutus secara independent dan berdasarkan konstitusi," jelas Arif kepada KONTAN.

Penundaan pembacaan amar putusan gugatan swastanisasi air ini bukan kali pertama terjadi, karena sebelumnya pada 13 Januari 2015 majelis hakim juga menunda selama sebulan untuk mediasi, berikutnya pada 11 Februari 2015 kembali ditunda untuk membahas perdamaian dengan para pihak.

Arif berharap dengan adanya penundaan ini, majelis hakim dapat memutuskan perkara sesuai dengan konstitusi, terutama dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi pada 18 Februari 2015 yang menyatakan pengelolaan air harus diserahkan kepada negara. Menurutnya, putusan MK tersebut harus dijadikan bahan pertimbangan majelis hakim. Pengelolaan air harus diberikan kepada BUMD dalam hal ini PDAM, tidak diserahkan kepada swasta.

"Sudah seharusnya hakim merujuk pada putusan MK ini dan memastikan negara yang harus mengelola air. MK telah menyatakan mutlak dikelola oleh negara. Akan ada pembatasan yang sangat ketat kalaupun ada sisa baru diserahkan swasta. Tapi dalam pekara ini PDAM hanya menjadi penonton saja, air dikelola oleh swasta asing," tegas Arif.

Perwakilan Pemprov DKI Jakarta, Haratua Purba, menyatakan pihaknya menyerahkan semuanya pada putusan majelis hakim pasca pembahasan perdamaian antara pihaknya dengan penggugat yang tidak mencapai kesepakatan apapun.

"Kami serahkan kepada majelis hakim saja. Perdamaian sudah deadlock jadi liat putusannya bagaimana," jawabnya singkat seusai persidangan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan