Pengajar kopi modal pengalaman untuk berbagi ilmu



KONTAN.CO.ID - Bukan lagi sekadar penghilang rasa kantuk atau teman sarapan pagi, minum kopi kini sudah menjadi gaya hidup sebagian masyarakat Indonesia.

Bahkan, kopi menjelma jadi simbol pergaulan di segala usia. Semakin banyak penikmat kopi, dari anak muda sampai orang tua, pria hingga wanita.

Seiring dengan tren tersebut, makin banyak pula pecinta kopi yang tertarik untuk bisa membuat kopi sendiri. Sebagian hanya untuk hobi atau kegiatan di waktu luang.


Sebagian lain ingin belajar meracik kopi sebagai modal mendirikan usaha kedai atau kafe kopi. Maklum, minat kopi yang kian tinggi berbanding lurus dengan pertumbuhan jumlah kedai dan kafe.

Keinginan masyarakat untuk belajar membuat kopi jelas menjadi lahan menjanjikan bagi profesi pengajar kopi. Apalagi, bagi mereka yang sudah berpengalaman lama di bidang kopi dan cukup ilmu untuk dibagikan pada orang lain.

Michael Darmawan, pengajar di Esperto Barista Course, menuturkan, seorang pengajar tak jauh berbeda dari profesi lain di bidang kopi, seperti barista, roaster, bahkan petani kopi. Syarat mutlak yang harus dimiliki adalah keinginan besar dan ketertarikan di bidang kopi.

"Jika ada passion, otomatis kita akan mencari tahu di dalamnya ada apa, bagaimana membuat kopi dengan baik dan benar," ungkap Michael yang juga General Manager PT Harvest Coffee Forenity, pengelola Esperto Barista Course.

Pengajar kopi saat ini lebih banyak mengajarkan teori serta praktik menjadi seorang barista. Ambil contoh, Esperto Barista Course membuka tiga kelas menjadi peracik kopi.

Pertama, kelas reguler selama empat hari yang memberi pengajaran mengenai sejarah kopi dan proses pembuatannya, penggunaan serta perawatan mesin grinder dan espresso, proses grinding, tapping, dan extracting espresso, steaming dan foaming susu, serta membuat latte dan cappucino.

Kedua, kelas dua hari yang mengajarkan teknik-teknik  membuat latte art. Yakni, cara menyiapkan kopi dengan menuangkan susu panas ke secangkir espresso dan mencipta pola di permukaan latte.

Ketiga, kelas sehari bermateri pengenalan dan penyesuaian mesin grinder dan espresso, proses grinding, tapping, dan extracting espresso, steaming dan foaming susu serta membuat latte dan cappucino.

Dari barista

Maka, sebelum menjadi pengajar, seseorang memang perlu pengalaman sebagai barista terlebih dahulu. Kriteria sebagai pengajar bakal terpenuhi jika dia mampu mengeluarkan citarasa kopi dengan sebaik-baiknya dan tetap konsisten.

Michael pun terjun sebagai barista dulu sebelum bergabung di Esperto Barista Course pada 2012 lalu. Usaha dan pekerjaannya di bidang makanan dan minuman (F&B) sejak 2004 menjadi pengalaman tambahan, meskipun latar belakang ilmu Michael sebenarnya teknologi informasi (IT).

Memang, Aris Kadarisman, Head Training Indonesia Coffee Academy (ICA), bilang, sebelum menjadi pengajar, seseorang harus memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang kopi.

Seorang pengajar biasanya memulai profesi sebagai barista, roaster, atau petani kopi. "Saya sendiri mengawali karier sebagai barista tahun 2008 dan mulai jadi trainer di tahun 2011," kata Aris.

Pengetahuan mengenai biji kopi, alat-alat seduh, cara menyeduh serta memperbarui inovasi kopi harus dikuasai pengajar. Tak heran, pengajar juga terus mengikuti perkembangan di industri kopi.

Sebab, kemampuan dan pengetahuan di bidang kopi akan menentukan kualitas pengajar. Untuk itu, pengajar butuh waktu belajar dan pengalaman sedikitnya selama setahun.

Seperti pengajar pada umumnya, Aris membagi pengetahuan dan sejarah kopi, pengenalan alat-alat seduh, standar pembuatan espresso, steaming susu, cara penuangan latte art juga merasakan kopi. Lalu, cara memanggang kopi atawa roasting serta cara mencampur kopi sekaligus meracik inovasi kopi juga turut diajarkan.

Terus berbagi

Untuk mencapai kesuksesan, seorang pengajar, menurut Aris, harus selalu menjaga hubungan baik dengan anak didiknya. Bahasa yang digunakan pun sebaiknya mudah dipahami.

Pengajar juga perlu melakukan pengembangan materi. Caranya, dengan terus mencari materi baru dan menyesuaikan dengan perkembangan industri.

Untuk itu, perlu kerjasama dengan pihak-pihak lain yang berhubungan dengan bidang kopi. "Harus terus berbagi ilmu kepada siapapun, kapanpun, dan dimanapun," imbuh Aris.

Betul, sama dengan pengajar pada umumnya, Michael bilang, seorang pengajar kopi harus mau dan mampu untuk berbagi. Namun, tidak semua barista sanggup menjadi pengajar.

Terkadang, keahlian praktik yang baik tidak disertai dengan kemampuan dalam menyampaikan teori atau berbicara di depan banyak orang. "Makanya, saya enggak pernah menyebut diri sebagai pengajar atau mentor, tetapi kami sharing ilmu saja," katanya merendah.

Dan, Michael mengaku selalu menyesuaikan diri dengan metode pengajaran saat ini. Jika ada yang tidak sesuai dengan kondisi murid, maka perubahan metode pengajaran juga mungkin dilakukan. "Kenyamanan para murid kami utamakan. Apalagi dengan kursus berbayar, jadi tanggungjawab lebih besar lagi," beber dia.

Makanya, seorang pengajar memerlukan pengetahuan luas di bidang kopi, terlebih untuk menghadapi pertanyaan dari para peserta kursus. Proses mengajar juga menjadi sarana bagi sang pengajar untuk terus meningkatkan ilmunya.

Kondisi peserta yang berbeda menjadi tantangan bagi pengajar kopi. Soalnya, kemampuan peserta tentu beda-beda.

Sementara setiap peserta jelas ingin mendapatkan hasil pengajaran yang maksimal, sesuai dengan biaya dan waktu yang telah mereka korbankan. Karena itu, keberhasilan pengajar sebetulnya bisa terlihat dari para muridnya.

Dari situ pula pengajar membangun reputasi. "Sudah banyak peserta kursus kami yang berhasil membuat coffee shop sendiri. Kami juga sering mendapatkan murid dari luar negeri karena biaya kursus di sini lebih murah," ungkap Michael.

Sebab, tidak semua pengajar kopi di dalam negeri mengantongi sertifikasi. Maklum, belum ada lembaga di negara kita yang mengeluarkan sertifikat bagi para pengajar kopi.

Sedangkan sertifikat dari luar negeri harus didapatkan dengan biaya mahal. Alhasil, itu akan membawa dampak pula pada biaya pengajaran yang lebih mahal.

Hanya, menurut Aris, sebagai tambahan, pengajar dengan sertifikasi tentu akan lebih diakui dan mendapat kepercayaan dari para anak didiknya.

Yang jelas, harus mau dan terus berbagi ilmu kopi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: S.S. Kurniawan