Pengalihan Lahan Pertanian Tinggi, Bappenas Minta Terapkan Pajak Progresif



JAKARTA.  Tingkat konversi atau pengalihan lahan pertanian yang cukup tinggi cukup mengkhawatirkan pemerintah. Konversi lahan pertanian bagaimanapun akan sangat berpengaruh pada pencapaian target produksi pangan sehingga semakin memperburuk ketahanan pangan dalam negeri.Untuk membatasi tingkat konversi lahan maka Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) meminta Direktorat Jenderal Pajak menerapakan kebijakan pajak progresif sebagai disinsentif.  "Instrumen fiskal berupa pajak sebagai fasilitas insentif dan disinsentif harus dioptimalkan penerapannya untuk membatasi konversi," ujar Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) /Kepala Bappenas Paskah Suzetta di Jakarta, Kamis (6/11).Menurut Paskah, saat ini penggunaan fiskal sebagai disinsentif kegiatan konversi lahan dari pertanian ke non pertanian tidak terlihat sehingga terus-menerus , hal itu membahayakan ketahanan pangan nasional. Pengendalian konversi lahan menjadi perhatian pemerintah, karena walaupun saat ini neraca lahan sawah nasional  masih surplus 1 juta hektare namun jika konversi terjadi terus-menerus maka sangat mungkin surplus itu menjadi minus.Bappenas sendiri memperhitungkan, jumlah konversi lahan sawah selama periode 1979-1999 telah mencapai 15% dari total luas baku lahan sawah di Indonesia pada tahun 2000, atau sekitar 7,7 juta hektare. Khusus untuk Jawa, dalam periode yang sama sekitar 1 juta hektare sawah atau 30% dari luas total lahan sawah telah dikonversi fungsinya.Tingginya laju pertumbuhan penduduk dan kegiatan ekonomi, pembangunan infrastruktur perhubungan seiring desentralisasi penyelenggaraan pemerintah di daerah mempercepat laju konversi tersebut. Selain itu, ketidakseimbangan land rent antara Jawa-luar Jawa, kota-desa, pertanian-non pertanian, dan hutan-non hutan juga berkontribusi memacu laju alih fungsi lahan.Ketua Dewan Penasihat REI Lukman Purnomosidi mengatakan selama ini pengembang selalu menyesuaikan proyeknya dengan tata ruang yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat dan daerah. "Perubahan tata ruang itulah yang menyebabkan konversi. Makanya yang paling penting adalah bagaimana konsistensi pemerintah dalam penerapan tata ruang," kata Lukman di Jakarta, kemarin.Ia menambahkan, pemekaran wilayah banyak menyebabkan banyak konversi lahan pertanian dan hutan. Oleh karena itu, yang bisa mengendalikan konversi adalah Pemerintah daerah sebagai basis terakhir pelaksanaan tata ruang daerah. "Yang harus dikendalikan adalah konversi yang dilakukan diam-diam dan melanggar tata ruang. Pemda yang paling bisa mengendalikan melalui IMB," katanya.Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah Bappenas Max Hasudungan Pohan mengatakan, pihaknya bakal melakukan kajian ulang terkait Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26/2008 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah Nasional."Kita akan mencoba menelaah sepenuhnya atas usulan review terhadap PP 26/2008 tersebut karena ada penilaian itu membuka ruang penggunaan lahan dilakukan secara business as usual yang banyak merugikan lingkungan," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: