Pengalihan PLTU Pelabuhan Ratu Tertahan, Bagaimana Nasib Program Pemensiunan PLTU?



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Institute for Essential Services Reform (IESR) mengatakan persoalan pengambilalihan PLTU Pelabuhan Ratu yang akan dilakukan PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dari PT PLN masih terganjal sejumlah hal, salah satunya perihal negosiasi harga jual beli tenaga listrik (PJBL) atau power purchase agreement (PPA). 

Namun demikian, Fabby menilai persoalan kurang mulusnya pengambilalihan PLTU Pelabuhan Ratu ini masih wajar karena due diligence perlu mengalukasikan semua aspek. Permasalahan ini pun tidak akan mengancam program pemensiunan pembangkit batubara yang telah ditetapkan pemerintah. 

Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa menjelaskan, secara umum tujuan PLN melakukan pemensiunan dini PLTU untuk mendorong transisi energi. Melalui penjualan aset pembangkit batubara, PLN bisa mendapatkan dana tambahan untuk berinvestasi ke energi hijau. Bahkan melalui upaya ini, PLN bisa mengurangi risiko terjadinya overcapacity listrik. 


Baca Juga: Jual Beli Listrik PLTU Pelabuhan Setelah Alih Kelola Bukit Asam (PTBA) Masih Dikaji

Berkaca pada persoalan pemensiunan PLTU Pelabuhan Ratu yang saat ini belum juga menemukan titik tengah, Fabby melihat masih ada sejumlah hal yang dinegosiasikan yakni perjanjian jual beli listrik (PJBL), nilai aset, dan pendanaan yang tersedia di mana  hal ini berhubungan erat dengan kondisi suku bunga. 

PLTU Pelabuhan Ratu akan dibeli oleh Bukit Asam (PTBA) supaya bisa dipensiunkan sembilan tahun lebih awal, di mana seharusnya umur pembangkit 24 tahun, masa operasinya akan dipangkas menjadi 15 tahun. 

Perihal nilai asetnya, PLN menawarkan nilai aset PLTU Pelabuhan Ratu senilai US$ 400 juta. Adapun PTBA akan menimbang penjualan listrik untuk mendapatkan dana pengembalian investasi. 

“Seharusnya kesepakatan jual beli aset sudah sepaket dengan perjanjian jual beli tenaga listrik karena kemudian valuasi dari nilai aset juga tergantung pada kontrak PPA untuk 15 tahun ke depan, berapa tarif listriknya, bagaimana kondisinya sehingga investasi PTBA bisa kembali,” jelasnya kepada Kontan.co.id, Minggu (16/4). 

Baca Juga: Akuisisi PLTU Pelabuhan Ratu Butuh Waktu untuk Negosiasi Perjanjian Jual Beli Listrik

Adapun yang bisa dinegosiasikan di dalam PPA itu adalah kapasitas listrik yang wajar di mana PLN ingin menurunkan capacity factor (CF). 

Selain itu, untuk bisa dipensiunkan dari 24 tahun menjadi 15 tahun, suku bunga juga turut menentukan bunga dari pendanaan. Hal ini tentu menjadi bagian dari kalkulasi Bukit Asam. 

Fabby melihat due diligence yang dilakukan secara komprehensif dilakukan PTBA  karena berhubungan dengan aset BUMN. Dia menilai perlu juga ada review dari Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan terkait aksi korporasi ini. 

“Hal ini dilakukan supaya Bukit Asam tidak membeli aset yang akan kemahalan,” ujar dia. 

Baca Juga: Alih Kelola PLTU Pelabuhan Ratu, MIND ID Tunggu Komitmen Jual Beli Listrik PLN

Di sisi lain, pemensiunan PLTU Pelabuhan Ratu dan pembangkit lainnya yakni PLTU Pacitan telah ditentukan menjadi pilot project bagi program pemensiunan dini pembangkit batubara lainnya. Jika nantinya menggunakan mekanisme ETM tidak berjalan, maka pemerintah bisa menggunakan skenario pengalihan aset melalui cara lain. 

“Bisa jadi aset BUMN langsung dijual ke swasta saja dan menggunakan mekanisme lain misalnya saja INA/SWF atau JETP,” tandasnya. 

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jisman P Hutajulu menyatakan secara umum saat ini pemerintah masih membahas program pemensiunan dini PLTU. 

“Pemerintah masih membahas program pemensiunan PLTU, dibantu oleh organisasi internasional,” ujar Jisman. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati