Pengamat: Bulog tidak bisa dibubarkan



JAKARTA. Wacana pembubaran Badan Urusan Logistik (Bulog) yang akhir-akhir ini berkembang dinilai sangat berbahaya. Karena bagaimanapun, Bulog masih sangat dibutuhkan untuk menjaga stabilitas pangan. Tidak hanya menjelang puasa dan Lebaran seperti saat ini, namun juga sepanjang tahun.

“Pemikiran tersebut sangat berbahaya! Itu kan seperti semangat IMF dahulu,” kata Profesor Hermanto Siregar, Guru Besar IPB, Jumat (29/5).

Sebelumnya, wacana pembubaran memang terdengar akhir-akhir ini. Salah satunya, dikemukakan Guru Besar IPB, Profesor Dwi Andreas Santosa. Menurut Dwi Andreas, saat ini Perum Bulog sudah tidak mampu menjalankan fungsinya dan sudah saatnya dibubarkan. “Sah-sah saja beliau memiliki pendapat itu. Namun saya sangat tidak setuju dengan pemikiran tersebut,” ujar Hermanto, menyikapi wacana yang dilontarkan Dwi Andreas.


Hermanto melanjutkan, jika Bulog dibubarkan, maka mekanisme perdagangan beras sepenuhnya berada di tangan pedagang. Hal ini sangat rawan, karena mudah sekali memunculkan penimbunan yang menyebabkan harga meningkat tajam. Akibatnya, siapa lagi yang akan menjerit kalau bukan rakyat.

Pentingnya peran Bulog, lanjut Hermanto, karena Bulog merupakan instrumen untuk menstabilkan harga. Melalui Bulog, harga beras bisa dikendalikan sehingga tidak terlalu rendah dan tidak terlalu tinggi. “Kalau tidak ada Bulog, lantas siapa?” lanjutnya.

Di sisi lain Hermanto menekankan, jika saat ini Bulog dianggap kurang berperan optimal, hal itu karena Bulog memang tidak diberi keluasaan untuk menjalankan fungsinya. Sebagai contoh, Bulog diamanahkan menyerap sebanyak-banyaknya gabah dan beras dari petani. Namun pada sisi berbeda, langkah Bulog tertahan oleh aturan bahwa harus membeli sesuai HPP. Persoalan akan timbul, ketika harga beras di tingkat petani jauh melebihi HPP, maka Bulog akan kesulitan bersaing dengan para spekulan.

Jadi, lanjutnya, aturan yang tertera pada Inpres memang harus direvisi. Kementerian Perdagangan harus memberi masukan kepada presiden untuk melakukan perubahan tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie