Pengamat: Bunga utang pemerintah bisa meningkat meski suku bunga landai



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pada tahun ini Bank Sentaral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve diproyeksikan akan menahan suku bunga acuan. Kebijakan ini akan berdampak pada negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Dampak kebijakan ini adalah tingkat bungan Surat Berharga Negara (SBN) juga akan melandai.

Meski suku bunga berpotensi tidak akan naik seagresif tahun lalu, tapi kondisi ini tidak serta merta dapat meringankan beban suku bunga utang pemerintah pada 2019. 

Ekonom Samuel Sekuritas Ahmad Mikail mengatakan, meski tidak ada potensi kenaikan suku bunga yang signifikan tapi, hal ini tidak menjamin bunga utang pemerintah akan lebih ringan dari tahun lalu. "Karena stance The Fed sampai saat ini masih pengetatan," ujarnya, Kamis (10/1).


Menurut Mikail , ada faktor lain yang berkontribusi pada beban bunga utang pemerintah selain tingkat suku bunga acuan, yakni bertambahnya volume penerbitan SBN kotor (gross).

Direktur Surat Utang Negara Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan Loto Srinaita Ginting sebelumnya mengungkapkan, nilai penerbitan kotor SBN sepanjang 2019 sebesar Rp 827,5 triliun. Ini terdiri dari SBN Neto sebesar Rp 388,96 triliun dan SBN jatuh tempo sebesar Rp 436,74 triliun.

Jika dibandingkan tahun lalu, nilai penerbitan kotor SBN lebih tinggi. Untuk sementara, penerbitan kotor SBN tahun 2018 tercatat sebesar Rp 774,62 triliun. "Volume penerbitan SBN gross yang lebih tinggi ini juga akan membuat beban bunga utang pemerintah tetap meningkat," ujar Mikail.

Apalagi, pemerintah juga menambah nilai dan frekuensi penerbitan SBN ritel. Mikail menilai, ini juga turut menambah beban bunga utang sebab kupon yang ditawarkan SBN ritel kerap lebih tinggi dibandingkan tingkat bunga instrumen surat utang pemerintah lainnya.

Mikail meyakini, beban bunga utang pemerintah masih akan membengkak di tahun ini. "Proyeksinya, realisasi pembayaran bunga utang akan melebihi target APBN 2019, sekitar Rp 300 triliun - Rp 350 triliun," tandasnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli