Pengamat: Butuh Dukungan Kebijakan Untuk Kerek Industri Penerbangan



KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Masifnya pembangunan infrastruktur bandara baru selama 10 tahun terakhir Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) meninggalkan sejumlah catatan.

Pengamat Penerbangan Gerry Soejatman mengatakan, terdapat pembangunan sejumlah bandara baru yang memang dibutuhkan untuk menggantikan bandara eksisting.

"Ini dibutuhkan karena bandara lamanya sudah tidak memadai dan tidak sanggup melayani kebutuhan daerah tersebut dan tidak bisa diperluas lagi," kata Gerry kepada Kontan, belum lama ini.


Sejumlah bandara tersebut antara lain Bandara New Yogyakarta International Airport (NYIA) di Kulon Progo, Bandar Udara Internasional Jawa Barat Kertajati dan Bandar Udara Internasional Aji Pangeran Tumenggung Pranoto di Samarinda.

Meski demikian, dampak Pandemi Covid-19 dinilai menghambat efektivitas bandara-bandara baru ini. Selain itu, alasan konektivitas seperti akses jalan tol maupun transportasi penghubung ke Bandara turut jadi faktor yang mempengaruhi pertumbuhan traffic penerbangan komersil.

Baca Juga: Punya Bandara Baru, Pemkot Singkawang Berharap Ekonomi Terkerek

Selain ketiga bandara tersebut, sejumlah bandara lain dibangun selama satu dekade terakhir. Menurutnya, pertimbangan konektivitas antara wilayah jadi alasan pembangunan bandara baru.

Gerry menjelaskan, beberapa bandara dibangun dengan tujuan memberikan kemudahan akses semisal untuk kepentingan bantuan medis, keamanan negara, maupun bantuan dalam kondisi musibah. 

"Untuk bandara seperti ini kita tidak bisa melihat efektivitasnya berdasarkan jumlah lalu lintas penerbangan yang keluar masuk bandara-bandara tersebut," imbuh Gerry.

Meski demikian, Gerry turut menyoroti langkah pemerintah yang langsung mengharapkan kehadiran bandara baru dapat langsung dilayani penerbangan komersil.

Menurutnya, persiapan Pemerintah Pusat maupun Daerah dalam mengekploitasi fasilitas bandara baru sebagai pintu gerbang kegiatan ekonomi di daerah tersebut masih kurang optimal.

"Bandara-bandara tersebut juga ada yang sangat terkena dampak efek pandemi ke industri penerbangan dimana volume penumpang yang rendah disertai dengan naiknya biaya operasi penerbangan pesawat propeller menjadi alasan kenapa rute-rute ke bandara tersebut berkurang bahkan berhenti total," jelas Gerry.

Menurutnya, meningkatkan kebutuhan ekonomi dan demand untuk penerbangan akan berdampak langsung pada minat maskapai untuk membuka rute ke bandara baru.

Baca Juga: Pemkot Singkawang Apresiasi Bantuan CSR untuk Bandara Baru

Berbagai kendala yang ada pun butuh campur tangan pemerintah dari sisi kebijakan. Berbagai kebijakan yang perlu perhatian pemerintah antara lain terkait harga tiket serta tarif batas atas.

"Sudah sangat perlu ditinjau ulang angka-angkanya karena kondisi naiknya harga BBM Avtur, kurs dolar AS dan peningkatan biaya-biaya lainnya di mana TBAnya belum direvisi sejak 2019," terang Gerry.

Terlebih, kebijakan TBA ini masih di bawah TBA tahun 2016 padahal sejumlah komponen seperti kurs dolar, harga BBM, dan biaya lainnya sudah lebih tinggi dari tahun 2016.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari