Pengamat: Dirut baru Pertamina punya banyak PR mendesak



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) resmi melantik Nicke Widyawati menjadi Direktur Utama PT Pertamina (Persero) menggantikan Elia Massa Manik. Sebelumnya, selama sekitar empat bulan, Nicke menjalankan tugas sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Dirut Pertamina.

Keputusan tersebut tertuang pada Salinan Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor: SK - 232/MBU/08/2018, tanggal 29 Agustus 2018, tentang Pengalihan Tugas, Pemberhentian dan Pengangkatan Anggota-anggota Direksi Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pertamina.

Komisaris Utama Pertamina, Tanri Abeng menyebut, penetapan dirut definitif memang mendesak dibutuhkan untuk membuat keputusan strategis. Berdasarkan rekam jejak Nicke yang menjadi Plt. Dirut Pertamina sekitar empat bulan, Tanri bilang, Nicke dinilai layak untuk menduduki posisi tersebut. Apalagi, menurut Tanri, saat ini Pertamina dihadapkan pada sejumlah tantangan. Seperti optimalisasi produksi, menemukan sumber daya baru dan juga mengolah blok-blok baru yang telah diserahkan pada Pertamina.


"Kita kan paling tidak sudah mengamati beliau selama empat bulan jadi Plt. Menurut saya dia mampu, saya recommend," ujar Tanri selepas Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) di Kantor Kementerian BUMN, pada Rabu (29/8).

Hal senada juga disampaikan oleh pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi. Menurutnya, adanya dirut yang definitif sangat dibutuhkan ketika banyak corporate action strategis yang harus diambil Pertamina. Penetapan ini pun sekaligus mengakhiri spekulasi adanya tarik-menarik kelompok kepentingan di dalam Pertamina.

“Apabila mengacu pada tiga kriteria, yaitu profesional, integritas, dan independent, tidak keliru kalau Nicke akhirnya yang ditunjuk. Setelah menjadi Pertamina-1, Nicke harus melakukan beberapa agenda mendesak mengamankan program Presiden,” kata Fahmy.

Adapun agenda mendesak yang dimaksud oleh Fahmy ialah pertama, tidak menaikkan harga premium dan solar, menjaga agar tidak terjadi kelangkaan BBM di seluruh wilayah Indonesia. Kedua, memperbaiki sistem distribusi gas 3 kg subsidi agar tepat sasaran. Ketiga, mengimplementasikan kebijakan BBM Satu Harga. Keempat, mempercepat pembangunan Kilang Minyak untuk mengurangi impor BBM

“Di hulu, Nicke pun harus melakukan optimalisasi lifting, di Blok terminasi. Pertamina juga harus masuk di blok baru sehingga lifting dapat ditingkatkan di atas satu juta barel per hari. Nicke juga harus segera menyelesaikan integrasi holding Migas,” jelas Fahmy.

Hal senada juga disampaikan oleh Pengamat Energi dan Pertambangan dari Armila & Rako Eva A.Djauhari. Eva menekankan pada sejumlah tantangan yang harus dihadapi Nicke, antara lain soal jual rugi Premium dan penolakan pembentukan holding BUMN minyak dan gas bumi oleh karyawan.

Sebagai dirut baru, Nicke dituntut untuk segera menyelesaikan rencana peleburan Pertagas ke PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (PGN) yang dinilai menyebabkan laba Pertagas yang sebelumnya 100% milik Pertamina menjadi terkonsolidasi.

Selain itu, Pertamina juga mengemban tugas menjalankan kebijakan harga jual eceran Premium dan Solar yang telah diputuskan tidak mengalami kenaikkan, sedangkan harga minyak dunia sudah melewati US$65 per barel. Padahal harga itu jauh di atas harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) yang ditetapkan dalam APBN 2018 sebesar US$ 48 per barel.

Tahun depan, ICP diperkirakan rata-rata US$ 70 per barrel. Kurs rupiah yang terus melemah atas dollar AS menjadi tantangan lainnya seiring dengan masih adanya ketergantungan pada impor.

“Tugas Pertamina juga semakin berat sebab selain berperan menjaga inflasi, perusahaan juga mesti menjaga porsi impor minyak mentah maupun BBM yang saat ini jumlahnya mencapai 734 ribu barel per hari,” kata Eva.

Fahmy Radhi bahkan menyebut, kemampuan Nicke dalam menyelesaikan sejumlah tantangan tersebut bisa jadi akan mempengaruhi posisinya sebagai Dirut Pertamina. “Tanpa melakukan agenda-agenda tersebut, dikhawatirkan Nicke akan mengalami nasib serupa dengan dirut-dirut sebelumnya yang dicopot sebelum berakhir periode kepemimpinan di Pertamina,” tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Narita Indrastiti