Pengamat EBT Sayangkan Revisi Aturan PLTS Atap yang Meniadakan Ekspor Listrik



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah pengamat dan ahli menyayangkan revisi Peraturan Menteri (Permen) ESDM No 26 Tahun 2021 tentang Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap yang salah satu poinnya akan meniadakan ekspor listrik (tidak dihitung sebagai pengurang tagihan).

Pengamat Energi Baru dan Terbarukan (EBT) Surya Darma menjelaskan, PLTS Atap memang sudah menjadi bahan diskusi panjang sejak program ini didorong oleh Pemerintah dan asosiasi energi terbarukan di Indonesia.

Diskusi perihal diperlukannya insentif untuk mengembangkan PLTS juga sudah terjadi jauh sebelum adanya Gerakan Nasional Sejuta Surya Atap (GNNSA) pada 2017 silam.


Sebenarnya gerakan itu sudah menandakan kesepakatan umum untuk mendorong percepatan energi surya dengan memanfaatkan atap sebagai fasilitas yang dapat mempercepat pemanfaatan energi bersih ini.  

Baca Juga: Ekspor-Impor Listrik PLTS Dihapus, Pelanggan Jadi Tak Minat Bangun

Surya bilang hanya dengan ini, energi surya bisa lebih cepat proses pembangunan dan peningkatannya dibandingkan dengan solar farm yang harus menyediakan lahan khusus dan butuh waktu serta biaya yang lebih besar.

Maka itu, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM No 49 Tahun 2018 dan kemudian diubah dengan Permen ESDM No 26 Tahun 2021 tentang PLTS Atap.

“Sebagaimana biasanya, upaya percepatan ini kembali terhadang kondisi kelistrikan nasional akibat pandemi Covid-19. Ujungnya adalah kelistrikan nasional kelebihan pasokan. Hal inilah yang menjadi alasan PLN keberatan untuk menerima listrik PLTS Atap dengan meteran ekspor impor sampai 100%,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Selasa (17/1).

Namun sayang, kelebihan pasokan listrik di jaringan Jawa, Madura, dan Bali (Jamali) saat ini tidak  dibarengi dengan pengurangan atau pembatalan masuknya PLTU baru dalam kelistrikan nasional.

Menurut Surya ini merupakan sesuatu yang berlawanan dengan kondisi kelebihan pasokan yang sedang terjadi.

Persoalan ini pun berlanjut ketika pemerintah kembali merevisi Permen ESDM No 26 Tahun 2021 dengan beberapa susbtansi yang hampir seluruhnya memberikan kesan adanya ketidakberpihakan pada pengguna PLTS Atap.

“Karena itu, jika peniadaan metering ekspor impor disetujui oleh Pemerintah maka akan sangat mengkhawatirkan akan daya tarik PLTS Atap seperti sekarang ini,” terangnya.

Baca Juga: Revisi Permen PLTS Atap Bisa Tekan Penjualan Panel Surya di Segmen Residensial

Pasalnya, tujuan pemasangan PLTS Atap yang ingin dicapai pengguna ialah efisiensi konsumsi listrik. Namun dengan perubahan  kebijakan ini , efisiensi yang diharapkan tidak akan bisa dipenuhi dan akan mempengaruhi jangka waktu pengembalian investasi pemasangan PLTS Atap.

“Para pelaku usaha dan pelanggan PLTS Atap tentu saja berharap Permen ESDM No 26 Tahun 2021 tidak diubah hanya mempertimbangkan kondisi pasca pandemi Covid-19 yang hanya berpengaruh sesaat,” tegasnya.

Surya menekankan agar pemerintah lebih mempertimbangkan kondisi ekonomi dan pertumbuhan yang diharapkan ke depan agar bauran energi 23% dari energi terbarukan pada 2025 dapat dipenuhi.

Senada, Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi menyayangkan revisi kebijakan yang semula ekspor listrik sebagai pengurang tagihan menjadi tidak dihitung sebagai pengurang tagihan.

Baca Juga: SUN Energy Sebut Bisnis PLTS Atap Masih Prospektif

Fahmy menilai, ini akan berdampak signifikan bagi segmen residensial karena daya tarik konsumen menggunakan listrik atap ialah bisa mengekspor kelebihan listrik yang dihasilkan di siang hari.

“Padahal kan investasi untuk menggunakan listrik atap cukup besar, komponen yang digunakan masih impor kalau itu tidak dikompensasi dengan ekspor impor listrik barangkali energi bersih ini jari kurang menarik,” jelasnya saat dihubungi terpisah. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto