KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat menargetkan pembahasan revisi Undang-Undang No. 04 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) bisa rampung pada pertengahan tahun ini. Saat ini, draft revisi UU Minerba masih digodok oleh Badan Legislatif (Baleg) DPR. Pengamat energi dan pertambangan dari Armila & Rako, Eva A.Djauhari mengakui draft revisi tersebut masih susah diakses publik. Meski demikian, Eva memberi beberapa masukan. "Dari rancangan UU Minerba yang beredar, tidak diketahui apakah ini merupakan draft final atau tidak, saya melihat bahwa concerns sebagaimana dimaksud diatas telah dicoba untuk diakomodir dalam draft ini, namun demikian saya melihat ada beberapa hal yang perlu dicermati,” ujar Eva dalam keterangannya Rabu (16/5). Dia mengatakan, pertama, dari segi format dan bentuknya, tata kalimat yang digunakan dalam rancangan ini banyak mengandung kerancuan yang mengundang terjadinya perbedaan tafsir atas suatu ketentuan. “Perbedaan tafsir ini tentu berpotensi menimbulkan kesalahpahaman, penyimpangan pelaksanaan dan tidak memberikan kepastian hukum bagi stakeholders,” ujar Eva.
Pengamat energi : Draft revisi UU Minerba masih banyak kerancuan
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat menargetkan pembahasan revisi Undang-Undang No. 04 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) bisa rampung pada pertengahan tahun ini. Saat ini, draft revisi UU Minerba masih digodok oleh Badan Legislatif (Baleg) DPR. Pengamat energi dan pertambangan dari Armila & Rako, Eva A.Djauhari mengakui draft revisi tersebut masih susah diakses publik. Meski demikian, Eva memberi beberapa masukan. "Dari rancangan UU Minerba yang beredar, tidak diketahui apakah ini merupakan draft final atau tidak, saya melihat bahwa concerns sebagaimana dimaksud diatas telah dicoba untuk diakomodir dalam draft ini, namun demikian saya melihat ada beberapa hal yang perlu dicermati,” ujar Eva dalam keterangannya Rabu (16/5). Dia mengatakan, pertama, dari segi format dan bentuknya, tata kalimat yang digunakan dalam rancangan ini banyak mengandung kerancuan yang mengundang terjadinya perbedaan tafsir atas suatu ketentuan. “Perbedaan tafsir ini tentu berpotensi menimbulkan kesalahpahaman, penyimpangan pelaksanaan dan tidak memberikan kepastian hukum bagi stakeholders,” ujar Eva.