Pengamat: HET beras harus sesuai harga pasar



JAKARTA. Penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras yang ditetapkan pemerintah pada 18 Juli lalu masih menuai penolakan dari berbagai pihak. Ekonom sekaligus Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati menilai, penetapan HET akan efektif bila disesuaikan dengan harga pasar. "HET beras ditetapkan dengan catatan akan efektif kalau itu sesuai dengan harga pasar. Jadi disesuaikan dengan harga perolehan dari petani plus distribusi dan pengolahan seperti biaya gudang dan transportasi sebagainya. Nah kalau ketemu di harga segitu ya sudah. Tetapi kalau misalnya harga produksi di atas itu, maka pedagang kan tidak mau rugi," terang Enny, Minggu (23/7). Enny menuturkan, saat ini harga beras di tingkat konsumen masih cukup tinggi. Sayangnya, petani masih belum sejahtera.

Hal itu diakibatkan biaya produksi yang juga tinggi. Sementara, daya ekonomi petani masyarakat pun rendah. Menurutnya, terjadi disparitas harga yang tinggi antara petani dan konsumen. "Kalau di Thailand harga per kilo untuk produksi hanya sekitar Rp 3.000. Kita sudah di atas Rp 5.000. Itu karena pupuknya mahal, dan daya ekonomi kita memang tidak sebanding dengan Thailand. Petani di Thailand bisa memiliki petani 4 hektare, nah kita rata-rata sekitar 0,3 hektare. Itu yang membuat kemahalan, disamping juga ongkos produksi yang lain, termasuk ongkos tenaga kerja di sektor pertanian yang juga mahal," terang Enny. Enny juga berpendapat, harga acuan yang ditetapkan oleh pemerintah memang bertujuan untuk melindungi petani dan konsumen. Meski begitu, dia mengungkap harus ada spesifikasi tertentu dalam menentukan harga acuan.

"Harga eceran itu harus dengan spesifikasi tertentu. Misalnya untuk beras yang medium. Sementara untuk beras-beras yang premium, itu tergantung kemampuan pasar," jelas Enny.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dessy Rosalina