Pengamat: Hingga Tahun Depan, Aksi Merger dan Akuisisi Masih Akan Ramai



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengamat Pasar Modal sekaligus Direktur Avere Investama Teguh Hidayat mengatakan jika aksi merger dan akuisisi (m&a) masih akan ramai terjadi.

Teguh menjabarkan, aksi m&a sebenarnya mulai marak terjadi pada 2021 dan masih berlanjut hingga kini. Dia mencatat, beberapa waktu lalu PT ABM Investama Tbk  (ABMM) juga telah resmi mengempit 30% kepemilikan saham PT Golden Energy Mines Tbk (GEMS) pada 16 September 2022.

"Aktivitas m&a sudah ramai sejak 2021. Kemungkinan sampai ke depannya, seiring dengan pertumbuhan aktivitas ekonomi, aktivitas ini masih akan terjadi," ujarnya saat dihubungi oleh Kontan, Kamis (6/10).


Baca Juga: Tren Aksi Merger dan Akuisisi di Indonesia Kian Ramai Sepanjang Tahun 2022

Sebagai informasi, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mencatat,  notifikasi m&a yang diterima pada sepanjang Januari-Juni 2022 mencapai 167 notifikasi. Jumlah tersebut melampaui jumlah notifikasi periode Januari-Juni 2021 yang berjumlah 97 notifikasi. 

Kontan.co.id mencatat, aksi m&a cukup jamak terjadi di paruh pertama tahun 2022 ini. Sebagian di antaranya lumayan menyita perhatian. Pada awal tahun 2022 misalnya, merger antara PT Indosat Tbk dengan PT Hutchison 3 Indonesia/H3I resmi efektif melalui penandatanganan Akta Penggabungan Usaha No.09 tertanggal 4 Januari 2022.

Selepas merger PT Indosat Tbk dengan PT Hutchison 3 Indonesia, beberapa aktivitas m&a dengan nilai transaksi jumbo juga dijumpai di sepanjang paruh pertama 2022.

Misalnya saja menjelang akhir kuartal I 2022, PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) mengakuisisi 100% saham ConocoPhillips Indonesia Holding Ltd (CIHL) yang menguasai ConocoPhillips (Grissik) Ltd (CPGL), operator Blok Corridor. Nilai transaksinya berjumlah US$ 1,32 miliar.

Di sektor keuangan, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) pada Mei 2022 telah menyelesaikan proses akuisisi atas PT Bank Mayora. Berdasarkan materi paparan kinerja BNI kuartal I 2022, nilai transaksi akuisisi Bank Mayora disebutkan mencapai Rp 3,5 triliun.

Teguh melanjutkan, dari sisi bisnis yang prospektif dirinya melihat sektor energi dan teknologi informasi.

Baca Juga: Merger & Akuisisi Sembilan Bulan Turun 53,1%, Sektor Komunikasi dan Teknologi Jeblok

"Pandemi ini katanya mempercepat transisi penggunaan internet. Kalau dulu meeting harus bertatap muka, kini bisa dilakukan online. Hal ini tadinya diprediksi baru akan terjadi 7 tahun mendatang, tapi ternyata sekarang sudah terjadi. Sekarang, mau tidak mau semua harus menggunakan internet baik untuk sekolah hingga bekerja. Walau pandemi sekarang sudah mereka, kebiasaan menggunakan zoom juga tidak akan ditinggalkan," jelasnya.

Ia menambahkan, sektor energi juga akan sangat prospektif. Ia menilai, satu hingga dua tahun ke depan aksi m&a masih akan ramai dari sektor energi ini.

Teguh mengatakan, saat pandemi kegiatan masyarakat memang sempat turun, begitu pula dengan permintaan energi. Tetapi, seiring dengan peningkatan ekonomi, permintaan akan listrik, gas, batubara, minyak dan bahan bakar minyak (BBM), meningkat. Dengan demikian, sektor energi dinilai prospektif.

"Tetapi kembali lagi, merger dan akuisisi juga hanya akan terjadi jika ada perusahaan yang menjual asetnya," tutup dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .