JAKARTA. Pengamat Hukum Internasional, Hikmahanto Juwana memuji keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menolak koordinasi pemulangan Neneng Sri Wahyuni . Neneng adalah buronan kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Menurut Hikmahanto, permohonan koordinasi itu tidak sepantasnya dilakukan. Langkah KPK yang tidak melakukan kerjasama ataupun kompromi kepada tersangka sekaligus buronan, merupakan langkah yang patut diapresiasi. Pasalnya, jika lembaga penegak hukum seperti KPK melakukan kompromi, maka hal itu dapat menimbulkan preseden buruk dalam penegakan hukum. "Karena seolah-olah aparat penegak hukum mau kompromi. Kita khawatirkan mereka yang terlibat korupsi lari ke luar negeri," tutur Hikmahanto, di Gedung KPK, Selasa (8/5).Hikmahanto menambahkan bahwa dalam kasus Neneng, pihak kuasa hukum maupun Nazaruddin terkesan memiliki posisi tawar, dengan meminta proses hukum dengan cara-cara tertentu. Hal ini akan sangat buruk termasuk dalam pandangan masyarakat, jika KPK menyanggupi tawar-menawar tersebut. "KPK seolah lemah di hadapan mereka-mereka yang melakukan kejahatan kerah putih," tandasnya.Karena itu, menurutnya, KPK harus melakukan koordinasi internal dan juga koordinasi berdasarkan perjanjian untuk melakukan ekstradisi. Koordinasi internal, lanjut Hikmahanto, adalah dengan menggandeng Kementerian Hukum dan HAM untuk melakukan ekstradisi. Untuk penangkapan, KPK bisa melakukan koordinasi dengan Mabes Polri. "Pusat otoritas atau Center of authority tentu di Kemenkumham. Untuk penangkapan, kerjasama dengan Kepolisian, karena Interpol bekerjasama dengan Kepolisian," imbuh Hikmahanto.Sebelumnya, KPK telah menolak dengan tegas permintaan koordinasi dari Kuasa Hukum M. Nazaruddin dalam upaya pemulangan Neneng Sri Wahyuni. Wakil Ketua Bidang Pencegahan Busyro Muqoddas menyebut bahwa Pimpinan KPK tidak akan merespon tawaran dari pihak Neneng maupun keluarga Nazaruddin.Hal ini dikarenakan, surat permohonan audiensi pemulangan Neneng tersebut diajukan oleh kuasa hukum Nazaruddin. Dan bukan diajukan oleh kuasa hukum Neneng maupun yang bersangkutan secara pribadi. Karena itu, pimpinan KPK menilai bahwa surat yang diajukan pada 26 April itu, cacat hukum.Selain itu, alasan lain yang mendasari penolakan KPK untuk memproses surat permohonan itu, adalah karena KPK tidak akan pernah berkompromi dengan seorang tersangka, terlebih merupakan buronan yang termasuk dalam daftar pencarian orang. "Sehingga dengan ini dikatakan secara tegas KPK tidak akan merespon permintaan dari Neneng maupun Nazaruddin. Ini pendirian KPK," tandas Busyro.Sebelumnya pada 26 April 2012 lalu, Neneng Sri Wahyuni melalui tim kuasa hukum suaminya M. Nazaruddin mengirimkan surat kepada KPK untuk membahas masalah kepulangan Neneng. KPK telah menetapkan Neneng sebagai tersangka oleh KPK, pada kasus korupsi pengadaan PLTS di Kemenakertrans.Pada tahun 2008 itu Neneng diduga berperan sebagai perantara atau broker proyek. Proyek PLTS senilai Rp 8,9 miliar tersebut dimenangkan oleh PT Alfindo yang kemudian disubkontrak kepada beberapa perusahaan lain. KPK menemukan kerugian keuangan negara sebanyak Rp3,8 miliar dalam proyek tersebut.Neneng yang kini menjadi buronan interpol sempat dikabarkan ikut mendampingi Nazaruddin dalam masa pelarian di Kolombia. Kini ibu beranak tiga tersebut diduga bersembunyi di daerah perbatasan Malaysia.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Pengamat hukum dukung KPK tolak kompromi Neneng
JAKARTA. Pengamat Hukum Internasional, Hikmahanto Juwana memuji keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menolak koordinasi pemulangan Neneng Sri Wahyuni . Neneng adalah buronan kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Menurut Hikmahanto, permohonan koordinasi itu tidak sepantasnya dilakukan. Langkah KPK yang tidak melakukan kerjasama ataupun kompromi kepada tersangka sekaligus buronan, merupakan langkah yang patut diapresiasi. Pasalnya, jika lembaga penegak hukum seperti KPK melakukan kompromi, maka hal itu dapat menimbulkan preseden buruk dalam penegakan hukum. "Karena seolah-olah aparat penegak hukum mau kompromi. Kita khawatirkan mereka yang terlibat korupsi lari ke luar negeri," tutur Hikmahanto, di Gedung KPK, Selasa (8/5).Hikmahanto menambahkan bahwa dalam kasus Neneng, pihak kuasa hukum maupun Nazaruddin terkesan memiliki posisi tawar, dengan meminta proses hukum dengan cara-cara tertentu. Hal ini akan sangat buruk termasuk dalam pandangan masyarakat, jika KPK menyanggupi tawar-menawar tersebut. "KPK seolah lemah di hadapan mereka-mereka yang melakukan kejahatan kerah putih," tandasnya.Karena itu, menurutnya, KPK harus melakukan koordinasi internal dan juga koordinasi berdasarkan perjanjian untuk melakukan ekstradisi. Koordinasi internal, lanjut Hikmahanto, adalah dengan menggandeng Kementerian Hukum dan HAM untuk melakukan ekstradisi. Untuk penangkapan, KPK bisa melakukan koordinasi dengan Mabes Polri. "Pusat otoritas atau Center of authority tentu di Kemenkumham. Untuk penangkapan, kerjasama dengan Kepolisian, karena Interpol bekerjasama dengan Kepolisian," imbuh Hikmahanto.Sebelumnya, KPK telah menolak dengan tegas permintaan koordinasi dari Kuasa Hukum M. Nazaruddin dalam upaya pemulangan Neneng Sri Wahyuni. Wakil Ketua Bidang Pencegahan Busyro Muqoddas menyebut bahwa Pimpinan KPK tidak akan merespon tawaran dari pihak Neneng maupun keluarga Nazaruddin.Hal ini dikarenakan, surat permohonan audiensi pemulangan Neneng tersebut diajukan oleh kuasa hukum Nazaruddin. Dan bukan diajukan oleh kuasa hukum Neneng maupun yang bersangkutan secara pribadi. Karena itu, pimpinan KPK menilai bahwa surat yang diajukan pada 26 April itu, cacat hukum.Selain itu, alasan lain yang mendasari penolakan KPK untuk memproses surat permohonan itu, adalah karena KPK tidak akan pernah berkompromi dengan seorang tersangka, terlebih merupakan buronan yang termasuk dalam daftar pencarian orang. "Sehingga dengan ini dikatakan secara tegas KPK tidak akan merespon permintaan dari Neneng maupun Nazaruddin. Ini pendirian KPK," tandas Busyro.Sebelumnya pada 26 April 2012 lalu, Neneng Sri Wahyuni melalui tim kuasa hukum suaminya M. Nazaruddin mengirimkan surat kepada KPK untuk membahas masalah kepulangan Neneng. KPK telah menetapkan Neneng sebagai tersangka oleh KPK, pada kasus korupsi pengadaan PLTS di Kemenakertrans.Pada tahun 2008 itu Neneng diduga berperan sebagai perantara atau broker proyek. Proyek PLTS senilai Rp 8,9 miliar tersebut dimenangkan oleh PT Alfindo yang kemudian disubkontrak kepada beberapa perusahaan lain. KPK menemukan kerugian keuangan negara sebanyak Rp3,8 miliar dalam proyek tersebut.Neneng yang kini menjadi buronan interpol sempat dikabarkan ikut mendampingi Nazaruddin dalam masa pelarian di Kolombia. Kini ibu beranak tiga tersebut diduga bersembunyi di daerah perbatasan Malaysia.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News