KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penanganan kasus Kresna Life Insurance masih berliku. Bos Kresna Group, Michael Steven, terus melakukan perlawanan terhadap Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan menggugat keputusan sanksi dan perintah tertulis yang dilayangkan regulator itu kepadanya. Anehnya, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta mengambulkan gugatan Michael Steven terhadap OJK untuk membatalkan sanksi pencabutan Kresna Life dan perintah tertulis yang dikeluarkan OJK. Kini, OJK tengah mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung atas putusan tingkat banding yang dikeluarkan PTUN Jakarta tersebut. Pengamat Hukum Denny Indrayana menilai kasus gugatan Boss Kresna Group itu terhadap Otoritas Jasa Keuangan (OJK terbilang aneh dan ajaib. Meski sudah jadi tersangka dan buronan Bareskrim Polri, Michael Steven masih bisa menggugat OJK dan memenangkan bandingnya dari OJK.
“Ini aneh bin ajaib, karena buron bisa menang dan diberikan hak untuk mengajukan gugatan banding. Dalam konsep yang normal buron itu dikurangi hak-hak hukumnya. Kalau dia mau melakukan langkah-langkah hukum, mestinya dia berani menghadapinya. Ini sepertinya dia tidak berani hadapi hukum pidana makanya menggugat perdata. Padahal, yang dirugikan banyak kepentingan. OJK yang bertujuan melindungi kepentingan masyarakat malah dikalahkan oleh buron," papar Denny baru-baru ini.
Baca Juga: Perkara Michael Steven Berlanjut, Bagaimana Nasib Saham Terafiliasi Grup Kresna? Dia menekankan bahwa dalam UU pencucian uang sudah ada soal pembatasan hak hukum bagi buronan. Mahkamah Agung juga melarang buronan mengajukan praperadilan. Bahkan dalam konsep-konsep di negara maju, seseorang yang mau mengambil langkah hukum mereka harus taat hukum. "Ini dia (Michael Steven) gugat ke PTUN, tapi dianya malah lari. Kalau dalam konteks, ini istilahnya fugitive disentitlement. Artinya dia harus dihilangkan hak-hak hukumnya karena dia buron," lanjut Denny. Ia menilai dalih Michael Steven sebagai ultimate beneficial owner di Kresna Group merupakan modus yang disengaja untuk menempatkan dirinya sebagai pemilik manfaat terakhir di PT Kresna Asset Management agar kejahatannya terlindungi. Berdasarkan hasil pemeriksaan OJK sebelumnya, Michael Steven terbukti sebagai ultimate beneficial owner yang meskipun tidak tercantum dalam anggaran dasar. Namun, ia melakukan serangkaian intervensi atas kontrak pengelolaan dana dari Kresna Asset Management untuk melakukan transaksi demi kepentingan grup Kresna, sehingga merugikan konsumen.
Baca Juga: Saling Gugat OJK dan Grup Kresna, Tak Sampai Mengupas Tingkah Laku Pengelola Dana Menurut Denny, ultimate beneficial owner merupakan modus lama bagi pelaku kejahatan agar namanya tidak terdeteksi dan sulit tertangkap. “Sehingga saat kejahatannya ketahuan, yang ditangkap nanti namanya disitu supir, orang gak jelas atau office boy," ujarnya. Lebih lanjut, Denny mengatakan, para ultimate beneficial owner tersebut bisa diseret. Sebab, ada Perpres atau aturan-aturan hukum yang menyatakan bahwa pemilik manfaat harus bertanggung jawab meski namanya tak tercantum di anggaran dasar perusahaan. Sayangnya, PTUN dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) mengatakan bahwa nama Michael Steven tidak ada di anggaran dasar sehingga dia tidak bertanggung jawab.
Denny menilai bahwa majelis hakim telah keliru membuat keputusan karena salah satu modus menghilangkan jejak dan tanggung jawab justru dengan tidak mencantumkan nama. Apalagi terbuti jelas dari hasil penyeldikan OJK bahwa Michael Steven yang mengatur, mengintervensi investasi saham di mana, modal ditanam ke anak-anak perusahaan afiliasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dina Hutauruk