Pengamat: Kebijakan impor harus didasarkan data yang akurat



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengamat Pertanian yang juga Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa mengatakan, kebijakan impor yang dilakukan pemerintah harus didasarkan data yang akurat. Mulai dari data kebutuhan konsumsi dan data produksi baik yang eksisting dan perkiraan produksi nantinya.

"Setelah itu baru ditetapkan apakah perlu impor atau tidak. Kalau tidak, impor tersebut akan merugikan petani," ujar Dwi kepada Kontan.co.id, Kamis (19/7).

Dwi mengatakan, impor komoditas pangan di Indonesia adalah hal yang biasa. Bahkan, impor untuik 7 komoditas sudah lebih dari 25 juta ton. Keputusan impor ini pun tergantung kepada produksi dalam negeri, keberpihakan pemerintah, hingga karena adanya perjanjian antar dua negara.


Impor ini tentunya akan merugikan petani, terlebih apabila komoditas tersebut dapat ditanam di dalam negeri. Namun, bukan berarti impor komoditas yang tidak bisa ditanam di Indonesia tidak merugikan petani. Menurutnya, impor tersebut secara tidak langsung juga berdampak kepada petani.

"Misalnya gandum atau buah lain yang tak dikonsumsi di Indonesia, walaupun tidak bisa ditanam di Indonesia, dia pasti berpengaruh kepada petani, ada pola pergeseran konsumsi nasional, mungkin dari nasi menjadi gandum, dari buah lokal menjadi buah lain," ujar Dwi.

Dwi menambahkan, setiap impor yang dilakukan tentu menghasilkan keuntungan yang besar. Ini mengingat adanya disparitas harga yang tinggi. Karena itu sudah seharusnya pemerintah atau BUMN yang melakukan impor atau organisasi tani.

"Dengan impor dilakukan organisasi tani, tentu proses dan penggunaannya transparan dan mewakili petani. Sementara, kalau BUMN yang mengimpor, diharapkan keuntungan tersebut kembali ke negara," tandas Dwi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto