KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Prabowo Subianto baru saja meresmikan pembentukan Badan Pengelola (BP) Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara), yang diklaim akan berfungsi mirip dengan Temasek Holdings di Singapura. Namun, langkah ini menimbulkan kekhawatiran terkait potensi tumpang tindih kewenangan dengan Kementerian BUMN dan Indonesia Investment Authority (INA). Baca Juga: INDEF: BP Investasi Danantara Harus Fokus pada Investasi Global
Menurut pengamat ekonomi dari Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, keberadaan Danantara bisa menimbulkan masalah koordinasi dengan badan investasi yang sudah ada. “Sangat berpotensi tumpang tindih dengan INA dan Kementerian BUMN. Saya khawatir pembentukan institusi ini ide spontan saja, tanpa didasari studi dan analisa yang mendalam,” ujarnya kepada KONTAN pada Rabu (23/10). Wijayanto menilai, lembaga investasi INA saat ini sudah berfungsi dengan baik sebagai pengelola investasi yang profesional. Menurutnya, pemerintah hanya perlu memperluas cakupan bisnis INA, tanpa harus membentuk badan investasi baru. Hal ini untuk menghindari adanya redundansi dan konflik kepentingan dalam pengelolaan aset negara. Selain itu, Wijayanto menekankan pentingnya pengelolaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tetap berada di bawah kendali Kementerian BUMN. Baca Juga: Pembentukan Badan Pengelola Investasi DayaAnagataNusantara untuk Transformasi Ekonomi “Pengelolaan BUMN idealnya tetap dalam ranah kementerian karena lebih otoritatif dibandingkan bentuk holding. Hal ini memberi kementerian kekuatan untuk mengatur dan mengendalikan BUMN dengan lebih baik,” jelasnya.